Logo Bloomberg Technoz

Menyoal Royalti Freeport: Harus Nail Down atau Ikut Aturan Baru?

Redaksi
22 April 2025 10:40

Seorang pekerja berjalan melewati tanda PT Freeport Indonesia di kompleks pertambangan tembaga dan emas Grasberg. (Dadang Tri/Bloomberg)
Seorang pekerja berjalan melewati tanda PT Freeport Indonesia di kompleks pertambangan tembaga dan emas Grasberg. (Dadang Tri/Bloomberg)

Bloomberg Technoz, Jakarta – Persoalan tarif royalti tembaga, emas, dan perak yang harus dibayarkan PT Freeport Indonesia (PTFI) kembali menyeruak setelah pemerintah resmi menerbitkan Peraturan Pemerintah No. 19/2025 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.

Sesuai peraturan tersebut, pemerintah menetapkan besaran tarif royalti bijih tembaga di rentang 15%—17%, konsentrat tembaga 7,5%—10%, dan katoda tembaga 5%—7%. Sementara itu, royalti emas dan perak masing-masing adalah 10%—16% dan 5%.

Di sisi lain, Freeport selama ini membayar royalti dengan besaran tarif yang bersifat nail down atau tetap hingga masih berlaku izin usaha pertambangan khusus (IUPK) perseroan habis pada 2041. Tarif royalti yang dibayarkan Freeport sesuai kesepakatan IUPK a.l. tembaga 4%, emas 3,75%, dan perak 3,25%.

Menanggapi hal tersebut, Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi Pertambangan (Pushep) Bisman Bakhtiar justru berpendapat Freeport seharusnya tetap membayar royalti dengan mengikuti aturan terbaru pemerintah, atau PP No. 19/2025, setelah status izinnya berubah dari kontrak karya (KK) menjadi IUPK.

“Segala ketentuan termasuk perpajakan dan nonpajak tidak lagi nail down, tetapi prevailing yakni mengikuti aturan yang berlaku. Dengan demikian, royalti atau PNBP [penerimaan negara bukan pajak] PTFI mengikuti aturan terbaru yaitu PP No. 19/2025,” kata Bisman saat dihubungi, Selasa (22/4/2025).

Dok. Freeport Indonesia