Nurma menyatakan tim kurator telah berkomunikasi kepada investor yang berminat untuk melakukan penyewaan, dirinya mengklaim bahwa dalam 2 pekan depan kurator akan memutuskan investor mana yang akan menyewa aset PT Sritex.
"Ini akan menyerap tenaga kerja, yang mana juga ini bisa karyawan yang telah terkena PHK dapat dihire kembali kemudian oleh penyewa yang baru,” kata Nurma.
Meski demikian, Nurma bahkan tidak dapat menjelaskan siapa investor baru yang dia maksud.
"Kita gak tahu nih PT apa nanti yang akan kita putuskan, dalam tahap negosiasi," ujarnya.
PT Sritex disebut menutup seluruh operasional pabrik tekstilnya di Jawa Tengah pada 1 Maret 2025 mendatang. Hal ini yang turut menyebabkan lebih dari 10 ribu pekerja terkena PHK.
Kabar tersebut muncul setelah beredarnya surat tim kurator yang menangani kepailitan perusahaan tekstil terbesar di Indonesia mengenai pemberitahuan PHK per 26 Februari 2025 lalu.
Surat bernomor 299/PAILIT-SSBP/II/2025 tersebut memerinci total pekerja yang terkena PHK berasal dari PT Bitratex Semarang, yang juga Sritex Grup sebanyak 1.065 orang per Januari lalu.
Kemudian, pada 26 Februari PHK juga terjadi pada PT Sritex Sukoharjo sebanyak 8.504 orang; PT Primayuda Boyolali 956 orang; PT Sinar Panja Jaya Semarang 40 orang; dan penambahan di PT Bitratex Semarang 104 orang.
Lalu, PHK terjadi pada PT Sinar Panja Jaya sebanyak 300 orang yang juga belum dibayarkan pesangon sejak Agustus 2024 lalu.
"Jumlah total PHK sebanyak 10.965 orang," tulis keterangan tersebut.
Awal Mula Kepailitan
Sebelum akhirnya diputus pailit, Sritex sebelumnya juga pernah menyandang status penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) sementara sejak 2021.
Status tersebut bermula dari layangan gugatan krediturnya, CV. Prima Karya kpeada Sritex bersera tiga anak usahanya, PT Sinar Pantja Djaja (Termohon II), PT Bitratex Industries (Termohon III), dan PT Primayudha Mandirijaya pada.
Akhirnya, gugatan tersebut dikabulan oleh majelis hakim PN Semarang pada 6 Mei 2021 lalu. Status PKPU tersebut bertahan hingga Januari 2022, usai proposal homologasi diterima.
Namun, selama periode tersebut, Sritex masih belum memenuhi pembayaran utang kepada sejumlah krediturnya. Bisnisnya pun masih terbilang lesu, dengan kinerja keuangan yang terus merugi.
Pada 2022, Sritex tercatat membukukan defisiensi modal mencapau US$781,01 juta dan kerugian mencapai US$395,5 juta.
Pada 2024, Sritex kembali mendapat layangan gugatan yang berasal dari kreditur lainnya, PT Indo Bharat Rayon. Perusahaan melayangkan gugatan tersebut lantaran Sritex masih belum mampu memenuhi kewajiban pembayaran utang yang telah disepakati.
Gugatan tersebut dilayangkan pada perkara nomor 2/Pdt.Sus-Homologasi/2024/PN Niaga Smg tertanggal Rabu, 28 Agustus 2024, kepada Sritex dan juga tiga anak usaha yang sama.
Dari gugatan itu, PN Semarang akhirnya menetapkan Sritex pailit pada Oktober 2024 dan lini bisnis dipegang oleh kurator.
(ain)































