Logo Bloomberg Technoz

Di tengah-tengah itu, ketegangan juga meningkat di Eropa, menyusul pertemuan Trump dengan Volodymyr Zelensky, Presiden Ukraina, yang berujung cekcok di Oval Office pekan lalu. 

Indeks dolar AS pagi ini dibuka turun 0,2% dan bergerak lebih landai di kisaran 107,25, setelah pekan lalu membukukan penguatan 0,94%.

Akan tetapi, sedikit turunnya dolar AS pagi ini nyatanya tidak membuat rupiah lebih mudah.

Di pasar forward, kontrak NonDeliverable Forward (NDF) rupiah pada Senin pagi dibuka melemah 0,2% menyentuh Rp16.600/US$ meski setelah itu turun tipis di kisaran Rp16.573/US$.

Level itu sedikit lebih kuat dibanding posisi penutupan rupiah spot pekan lalu, mengisyaratkan gerak rupiah spot ada peluang sedikit menguat, kejar mengejar dengan fluktuasi di pasar derivatif.

Rupiah mungkin bisa mengharap sentimen positif dari rilis data PMI manufaktur pada Februari. S&P Global mengumumkan pagi ini, PMI manufaktur Indonesia naik jadi 53,6 pada Februari, dari posisi 51,9.

Level PMI manufaktur pada Februari juga menjadi yang tertinggi sejak Maret 2024.

Itu menjadi ekspansi beruntun dalam tiga bulan terakhir. Sebuah kabar yang cukup melegakan di tengah menguatnya vibecession terutama karena kelesuan konsumsi dan keyakinan konsumen yang turun.

Level output juga naik menyentuh 54,4 dibanding 52,3 pada Januari, tertinggi sejak Mei 2024 dan ekspansi dalam empat bulan beruntun. Pemesanan baru juga naik ke level tertinggi sejak Maret 2024. 

Kinerja rupiah, IHSG, juga surat utang negara memburuk sepekan lalu (Riset Bloomberg Technoz)

Secara teknikal, rupiah terkonfirmasi membentuk pola Ascending Triangle yang merupakan pola bearish kuat ketika harga akan menembus batas tertinggi harga yang baru.

Level penutupan terlemah rupiah sepanjang sejarah, tercatat pada 17 Juni 1998 di level Rp16.650/US$. Setelah itu, rupiah pernah ambrol lagi ketika pandemi pecah, menyentuh level penutupan di Rp16.575/US$ pada 23 Maret 2020 yang sudah dipecahkan Jumat kemarin.

Level support krusial rupiah hari ini di Rp16.600/US$ yang menjadi support pertama dengan target pelemahan kedua akan tertahan di Rp16.650/US$.

Apabila kembali break kedua support tersebut, berpotensi melemah lanjutan dengan menuju level Rp16.700/US$ sebagai support paling kuat dalam sepekan perdagangan kedepan.

Jika nilai rupiah terjadi penguatan hari ini, resistance menarik dicermati pada level Rp16.550/US$ dan selanjutnya Rp16.500/US$ secara potensial bagi rupiah dalam time frame daily.

Analisis Teknikal Nilai Rupiah Senin 3 Maret 2025 (Riset Bloomberg Technoz)

Hari ini, pasar akan mencermati konferensi pers pengumuman data inflasi Indeks Harga Konsumen yang akan dihelat oleh Badan Pusat Statistik. 

Sementara dari pasar global, pasar masih akan mencermati perkembangan perang dagang AS dan Tiongkok. Di tengah ketegangan yang meningkat terkait Ukraina. Gubernur The Fed Jerome Powell dijadwalkan bicara dalam sebuah forum pekan ini sebelum laporan pekerjaan dan tingkat pengangguran AS dirilis pada Jumat nanti.

Dana asing 'minggat'

Dengan kejatuhan yang makin dalam sampai pekan lalu, rupiah kini keluar sebagai mata uang dengan kinerja terburuk di Asia dalam dua bulan pertama tahun ini.

Mengacu data Bloomberg, rupiah sudah kehilangan 2,88% nilainya dibanding posisi akhir tahun (year-to-date/ytd), pelemahan terdalam dibanding mata uang Asia lain yang mayoritas masih mampu menguat.

Kejatuhan rupiah terindikasi memukul bursa saham domestik. Mata uang yang makin lemah, mengancam prospek pertumbuhan emiten di bursa saham. Di tengah kelesuan konsumsi domestik serta sentimen pembuatan Sovereign Wealth Fund (SWF) Danantara, para investor asing tak berhenti keluar dari pasar domestik.

Sepanjang tahun ini, dana asing yang hengkang dari pasar ekuitas RI telah mencapai US$ 1,33 miliar. Angka itu setara Rp22,21 triliun dengan kurs dolar AS sekarang. 

Sementara dari pasar surat utang negara, investor asing tercatat melepas sedikitnya Rp3,82 triliun selama pekan lalu hingga data terakhir per 27 Februari.

Sebaliknya, investor asing menambah posisi di instrumen moneter, Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI), kemungkinan karena keputusan BI kembali mengerek tingkat bunga diskonto SRBI dalam lelang Jumat lalu.

Sepanjang tahun ini hingga data 27 Februari, seperti dilaporkan oleh otoritas moneter, posisi net buy asing di SRBI meningkat menjadi Rp7,67 triliun. Posisi net buy itu lebih tinggi dibanding data terakhir per 20 Februari yang masih di kisaran Rp3,23 triliun.

Bila menghitung pekan lalu saja, yaitu periode transaksi 24-27 Februari, investor asing mencatat posisi net sell di pasar portofolio domestik senilai Rp10,33 triliun. Angka itu terdiri atas net sell saham sebesar Rp7,31 triliun, net sell SUN senilai Rp1,24 triliun dan net sell di SRBI sebesar Rp1,78 triliun.

-- update penambahan analisis teknikal dan grafik.

(rui)

No more pages