Logo Bloomberg Technoz

Dilema Transisi Energi: Benarkah RI Terjebak Tuntutan Asing?

Mis Fransiska Dewi
15 February 2025 20:30

Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Terapung Cirata. (Dok. Kemeterian ESDM)
Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Terapung Cirata. (Dok. Kemeterian ESDM)

Bloomberg Technoz, Jakarta – Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa menilai anggapan bahwa desakan bagi Indonesia untuk mengembangkan transisi energi merupakan tuntutan dari negara maju adalah kesalahan. 

Dalam kaitan itu, dia menegaskan pemerintah harus memahami transisi dan energi hijau penting dilakukan, khususnya dalam jangka panjang untuk mencegah krisis iklim.

Hal ini merespons pernyataan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia yang mengisyaratkan Indonesia tidak menutup kemungkinan bakal mengikuti langkah Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump untuk fokus pada energi fosil.

Fabby menyebut banyak pihak, termasuk Bahlil hingga pelaku usaha batu bara, yang berpandangan bahwa pensiun dini pembangkit listrik tenaga uap (PLTU)—bagian dari upaya transisi energi — merupakan tekanan dari AS dan Eropa.

“Itu tidak benar, kalau menurut pandangan saya, karena saya mengikuti negosiasi JETP [Just Energy Transition Partnership], saya mengikuti diskusi-diskusi,” kata Fabby saat dihubungi, dikutip Sabtu (15/2/2025).

Ilustrasi pengerjaan PLTA Jatigede 2. (Dok: PLN)