Penerapan SAMAN berlandaskan pada Keputusan Menteri Komunikasi dan Informatika (Kepmen Kominfo) No. 522 Tahun 2024. PSE UGC yang tidak mematuhi perintah takedown akan dikenakan sanksi administratif berupa denda. Notifikasi terhadap PSE dilakukan dalam waktu 1x24 jam untuk konten yang tidak mendesak, dan 1x4 jam untuk konten yang mendesak. Pemberian sanksi ini bertujuan untuk memastikan kepatuhan dan memberikan efek jera kepada pelanggar.
Penerapan SAMAN ini sejalan dengan regulasi serupa yang diterapkan di negara-negara lain. Di Jerman, misalnya, Network Enforcement Act (NetzDG) mengharuskan platform media sosial menghapus konten ilegal dalam waktu 24 jam. Malaysia memiliki Anti-Fake News Act 2018 untuk mengatasi penyebaran berita bohong, sementara Prancis menerapkan undang-undang untuk melawan manipulasi informasi menjelang pemilu.
Kemenkomdigi juga mencatat bahwa anak-anak merupakan kelompok yang paling rentan terhadap eksploitasi di ruang digital. Data menunjukkan peningkatan signifikan dalam kasus kejahatan terhadap anak, seperti eksploitasi seksual online, perdagangan manusia, dan penyebaran konten berbahaya.
Dari 2021 hingga 2023, pengaduan anak korban pornografi dan kejahatan siber ke Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencapai 481 kasus, sementara kasus eksploitasi dan perdagangan anak berjumlah 431 kasus. Sebagian besar kasus ini terkait dengan penyalahgunaan teknologi informasi dan penggunaan gawai yang tidak sesuai usia anak.
Laporan UNICEF mengungkapkan bahwa 1 dari 3 anak di dunia pernah terpapar konten yang tidak pantas di internet. Fakta ini semakin memperkuat urgensi penerapan SAMAN sebagai langkah untuk menciptakan ruang digital yang lebih aman, khususnya bagi kelompok rentan.
"Yang pasti pemerintah sebelum menjalankan telah melakukan komparasi dengan regulasi beberapa negara yang telah menjalankan dan berhasil menerapkan regulasi serupa," pungkasnya.
(prc/del)
































