Logo Bloomberg Technoz

Bloomberg Technoz, Jakarta - Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (Kemenko Perekonomian) mengaku akan mengupayakan pengurangan beban bagi dunia usaha dalam menjalankan aktivitas ekonomi. Hal ini seiring dengan keputusan pemerintah untuk meningkatkan rata-rata upah minimum sebesar 6,5% pada 2025.

Tim Ahli Kemenko Perekonomian Raden Pardede mengatakan pengurangan beban dunia usaha perlu dilakukan, salah satunya terkait kemudahan perizinan. Menurut Raden, kemudahan perizinan pada akhirnya akan mengurangi biaya operasional para pelaku usaha.

"Misalkan ke pajak untuk urusan mendirikan bangunan itu butuh beberapa hari atau 10 hari atau sebulan, dua bulan [dipotong] menjadi dua hari, tiga hari kan itu akan mengurangi biaya juga," ujar Raden kepada wartawan di Jakarta, Selasa (2/12/2024).

Namun, Raden juga belum bisa memastikan bahwa pemerintah akan memberikan insentif fiskal atau stimulus baru ke sektor dunia usaha atau tidak.

Dalam kesempatan yang sama, Raden juga mengklaim keputusan pemerintah untuk meningkatkan rata-rata upah minimum sebesar 6,5% pada akhirnya akan menguntungkan dunia usaha. Menurut dia, kenaikan upah minimum akan memperbaiki daya beli masyarakat Indonesia. Dengan demikian, permintaan terhadap barang akan meningkat seiring dengan peningkatan daya beli.

"Dengan [kenaikan] begitu maka masyarakat terutama yang gajinya akan naik sehingga mereka bisa membeli barang, kalau membeli barang tentu Itu juga at the end akan menguntungkan juga si dunia usaha kan," ujar Raden.

Sebelumnya, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mengkhawatirkan kenaikan rata-rata upah minimum sebesar 6,5% pada 2025 bakal memicu terjadinya gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK). 

Ketua Umum Apindo Shinta W Kamdani mengatakan kenaikan upah minimum seperti upah minimum provinsi (UMP) yang cukup signifikan akan berdampak langsung pada biaya tenaga kerja dan struktur biaya operasional perusahaan, khususnya di sektor padat karya yang berisiko meningkatkan biaya produksi. 

Kenaikan biaya produksi itu, kata Shinta, pada akhirnya akan mengurangi daya saing produk Indonesia di pasar domestik dan internasional, di tengah adanya tantangan ekonomi. 

"Sehingga hal ini dikhawatirkan akan dapat memicu gelombang PHK serta menghambat pertumbuhan lapangan kerja baru,” ujar Shinta dalam siaran pers, dikutip Senin (2/12/2024). 

Melansir publikasi Kementerian Tenaga Kerja, pada Oktober lalu, terdapat 63.947 orang pekerja yang kehilangan pekerjaan karena vonis PHK. Dibandingkan Oktober 2023, angka itu melonjak 40% dan sudah hampir melampaui total kejadian PHK sepanjang tahun lalu.

(dov/lav)

No more pages