Samuel Sekuritas memprediksi, inflasi IHK April akan sedikit naik ke kisaran 5,1% dan inflasi inti juga merambat lagi ke 3%. “Kami prediksi tekanan inflasi akan kembali menurun pada Mei setelah musim perayaan berakhir,” jelas Macro Strategist Samuel Sekuritas Lionel Prayadi dalam catatan pada klien yang diterima oleh Bloomberg Technoz, Selasa (4/4/2023).
Dengan inflasi domestik yang terkendali ditambah sentimen arah bunga acuan bank sentral Amerika, Federal Reserve, yang diperkirakan tidak akan seagresif sebelumnya menyusul data inflasi yang mulai jinak, akan semakin mendongkrak pamor aset rupiah.
“Bila tekanan inflasi domestik terus menurun dan data US nonfarm payroll juga turun di bawah konsensus, ada peluang aliran modal asing ke pasar domestik sebesar US$ 1 miliar hingga US$ 2 miliar pada April nanti,” kata Lionel.
Angka itu setara dengan Rp 14,93 triliun hingga Rp 29,86 triliun, asumsi kurs dolar AS sebesar Rp 14.935.
Data Ketenagakerjaan AS
Amerika Serikat akan merilis data terbaru US nonfarm payroll Jumat nanti, yang mengindikasikan perkembangan pasar tenaga kerja di Negeri Paman Sam. Kondisi pasar tenaga kerja yang ketat selama ini telah mendorong Fed terus agresif menaikkan bunga acuan.
Menurut konsensus analis yang dihimpun oleh Bloomberg, US nonfarm payroll pada Maret diperkirakan akan mencapai 240.000, menurun dari Februari sebesar 311.000 pekerja.
Akhir pekan lalu, beberapa data penting AS dirilis dan mengindikasikan disinflasi tengah berlangsung. Misalnya, angka jobless claim atau klaim pengangguran yang lebih tinggi dibanding prediksi pasar, juga revisi pertumbuhan kuartal IV-2022 yang lebih rendah dari pengumuman sebelumnya.
Selain itu, pekan lalu juga dirilis data Personal Consumption Expenditure (PCE) Price Index pada Februari yang naik 0,3%, melambat dari bulan sebelumnya sebesar 0,6%. Itu berarti secara tahunan, indeks harga melambat ke 5%, dari 5,3% pada Januari lalu.
Inflasi inti di luar makanan dan energi, pada Februari juga melandai baik secara bulanan (0,3% vs 0.5% pada Januari) maupun tahunan (4,6% vs 4,7%). Keduanya lebih rendah dari prediksi pasar.
Adapun inflasi super inti (supercore inflation) yang mengecualikan gas, listrik dan perumahan, naik 0,3%, memperlihatkan tren disinflasi pada Februari.
Data terbaru yang menunjukkan mulai kalemnya inflasi AS memantik ekspektasi bahwa The Fed akan lebih cepat mengakhiri serial kenaikan bunga sejak 2022. Mengacu pada CME Fedwatch, probabilitas Fed mengerek bunga 25 bps ke 5,25% adalah sebesar 57,2%.
Dampak harga minyak dunia
Keputusan OPEC+ yang mengejutkan untuk memangkas produksi minyak hingga 1 juta barel per hari sudah menaikkan harga minyak dunia ke kisaran US$ 80-an per barel. Menurut analis, pergerakan harga minyak dunia memang perlu diwaspadai dampaknya terhadap pasar domestik. Harga minyak dunia yang mahal akan berimbas pada beban APBN yang berat karena menanggung selisih harga minyak mahal dengan harga BBM subsidi. Seperti yang terjadi pada tahun lalu di mana akhirnya pemerintah mengerek harga BBM subsidi pada September.
Namun, meski patut diwaspadai, sejauh ini sentimen pergerakan harga minyak dunia belum akan menurunkan pamor aset-aset rupiah. "Harga minyak masih di bawah US$ 90 per barel jadi kemungkinan kecil [dampak] kenaikannya ke BBM subsidi. Dampak inflasi juga terbatas pada BBM subsidi saja," kata Lionel.
Dengan kata lain, sentimen terbaru dari harga minyak dunia itu belum akan mengecilkan minat asing terhadap aset rupiah.
(rui)