Bloomberg Technoz, Jakarta - Pelemahan nilai tukar rupiah yang terus berlanjut menimbulkan kekhawatiran mendalam di kalangan pelaku usaha. Terlebih, menurut Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Widjaja Kamdani, kondisi ini kian membuat kondisi iklim bisnis dan pasar kerja di Indonesia kian tidak kondusif.
"Pelemahan hingga ke level Rp16.358/US$ ini sangat tidak kondusif untuk pelaku usaha. Level Rp16.000 saja sebetulnya sudah sangat mendongkrak cost of doing business di Indonesia menjadi makin mahal, tidak affordable, dan tidak kompetitif untuk pertumbuhan industri dalam negeri maupun untuk ekspor," jelas Shinta kepada Bloomberg Technoz, Jumat (14/6/2024).
Kenaikan biaya berusaha ini, lanjut Shinta, tidak hanya terbatas pada pembengkakan beban impor bahan baku dan bahan penolong, tetapi juga mencakup komponen biaya usaha lainnya seperti logistik, transportasi, dan beban pembiayaan.

Akibatnya, lanjutnya, kinerja sektor riil berisiko menurun, potensi penciptaan lapangan kerja berkurang, risiko kredit macet atau non performing loan (NPL) meningkat, dan kapasitas produksi menurun.
Tak hanya itu, peningkatan volatilitas dan spekulasi pasar keuangan yang dipicu oleh pelemahan nilai tukar, dinilainya dapat memberikan tekanan tambahan pada stabilitas makro ekonomi nasional.
"Pasar domestik juga kami khawatirkan akan makin lesu dan makin menahan diri untuk melakukan ekspansi konsumsi bila pelemahan nilai tukar terus dibiarkan," tekannya.
Butuh Koreksi
Meski mengatasi pelemahan nilai tukar akan sulit mengingat kondisi eksternal yang di luar kendali Indonesia, Shinta mencatat depresiasi rpiah yang saat ini tercatat sebagai yang ke-3 terdalam di ASEAN-5 secara year-to-date (ytd) perlu segera dikoreksi.
Apalagi, jika kondisi ini tidak segera diatasi, kinerja ekonomi dan kesejahteraan masyarakat Indonesia bisa kian melemah.
"Ini harus diwaspadai dan segera dikoreksi bila kita tidak ingin ekspor dan FDI [investasi asing langsung] makin tergerus. Perlu diingat, kedua aktivitas tersebut menciptakan kontribusi yang signifikan terhadap penciptaan stabilitas makro ekonomi, industrialisasi, penciptaan lapangan kerja, dan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi di Indonesia secara keseluruhan."
"Kalau tidak dijaga kinerja dan daya saingnya akan spiralling down dan makin melemahkan pertumbuhan ekonomi Indonesia dan kesejahteraan masyarakat," tegas Shinta.
Untuk diketahui, nilai tukar rupiah dibuka jebol level psikologis Rp16.300/US$ dalam pembukaan perdagangan hari ini Jumat (14/6/2024). Rupiah terperosok hingga ke level Rp16.358/US$ pada pukul 09:55 WIB.
Pelemahan rupiah pagi ini karena tergilas rebound dolar Amerika Serikat (AS) yang kembali bangkit meski data inflasi Amerika Serikat (AS) menunjukkan pelemahan yang membuka jalan lebih lebar bagi Federal Reserve untuk menurunkan bunga tahun ini.
Pelemahan rupiah pagi ini menjadi yang terdalam di Asia hingga 0,54%. Sementara itu, mata uang Asia lain yang juga melemah tidak sedalam itu. Won Korea tergerus 0,23%, lalu dolar Taiwan 0,17%, ringgit 0,11% dan peso 0,06%.
(prc/wdh)