Logo Bloomberg Technoz

Meskipun China sedang menghadapi krisis properti, pertumbuhan yang lesu, dan yuan yang lemah selama berbulan-bulan, negara-negara seperti Filipina memulai tahun dengan prospek penurunan suku bunga. Namun, gambaran itu berubah setelah inflasi AS yang tinggi mendorong para trader untuk menunda spekulasi mengenai waktu pelonggaran kebijakan oleh bank sentral AS atau Federal Reserve (The Fed).

Prospek kebijakan The Fed yang kurang dovish berarti kenaikan imbal hasil AS terhadap Asia mungkin tetap tinggi. Hal ini kemungkinan akan mendorong penarikan dana global dari wilayah tersebut dan melemahkan nilai mata uang lokal. Oleh karena itu, India diperkirakan mengalami arus keluar (outflow) utang pertamanya dalam lebih dari setahun, sementara Thailand dan Indonesia juga mencatat penarikan bersih pada investasi yang memberikan tingkat pengembalian tetap (net fixed income).

Baik Jepang maupun Taiwan menaikkan suku bunga pada bulan Maret, meskipun mata uang mereka sejak itu melemah. Yen melemah melewati 155 per dolar AS untuk pertama kalinya dalam lebih dari tiga dekade minggu ini, memicu risiko intervensi oleh pemerintah. Rupiah juga melemah sebanyak 0,4% terhadap dolar AS pada Kamis (25/04/2024) meskipun Indonesia menaikkan suku bunga, memicu spekulasi akan adanya pengetatan lebih lanjut di masa depan.

Bank of Thailand mengatakan pada Rabu bahwa keputusan awal bulan ini untuk mempertahankan suku bunga stabil memberikan opsi kepada pembuat kebijakan untuk menghadapi tantangan global dan domestik yang tidak terduga.

Inflasi negara-negara berkembang. (Sumber: Bloomberg)

Reserve Bank of India juga mengeluarkan nada hawkish pada tinjauan kebijakannya di bulan April, mendorong para ekonom memundurkan prediksi mereka untuk penurunan suku bunga, mengingat pertumbuhan ekonomi di atas 8%.

Di Filipina, menurut sekretaris keuangan yang juga duduk di dewan moneter, penurunan peso saat ini mungkin belum memicu kenaikan suku bunga. Pihak berwenang juga terus mengawasi inflasi karena mereka berisiko gagal mencapai target 2%-4% untuk tahun ketiga berturut-turut di tahun 2024.

Para pembuat kebijakan sudah menggunakan metode lain untuk membendung penurunan nilai tukar, mulai dari peringatan verbal di Korea Selatan hingga permohonan oleh pejabat di Malaysia dan Indonesia agar perusahaan mengonversi pendapatan mereka di luar negeri. India, Indonesia, Thailand, dan Vietnam semuanya telah melakukan intervensi untuk mempertahankan mata uang mereka.

Kecuali inflasi kembali meningkat, bank sentral mungkin memilih intervensi alih-alih suku bunga sebagai respons pertama, terutama karena mereka memiliki cadangan devisa yang cukup untuk dikurangi, kata Wee Khoon Chong, ahli strategi pasar Asia Pasifik senior di BNY Mellon.

"Tidak semua bank sentral akan menggunakan suku bunga kebijakan untuk mendukung mata uang mereka," kata Fiona Lim, ahli strategi senior mata uang di Malayan Banking Bhd. "Itu tergantung pada apakah ekonomi mampu menahan suku bunga yang lebih tinggi. Ada cara lain untuk mendukung mata uang."

(bbn)

No more pages