Logo Bloomberg Technoz

"Namun, kami melihat hal ini disebabkan oleh impor front-loading yang dilakukan sebelum perayaan Ramadan dan Idulfitri yang secara musiman memiliki hari kerja yang lebih sedikit," ujar Drewya dalam laporan hasil riset, dikutip Selasa (19/3/2024).

Namun demikian, tingginya impor barang modal berpotensi menjadi pertanda positif yang menunjukkan peningkatan aliran investasi ke dalam perekonomian.

Bahana Sekuritas memperkirakan kinerja neraca perdagangan masih tetap lemah, dengan potensi defisit transaksi berjalan yang semakin besar pada 2024. Akibatnya, rupiah rentan terdepresiasi pada semester pertama tahun ini.

Pemerintah melaporkan surplus neraca perdagangan pada Februari 2024 tercatat sebesar US$900 juta, atau jauh di bawah ekspektasi konsensus yang sebesar US$2,3 miliar. 

Dia menjelaskan melambatnya surplus neraca perdagangan ini disebabkan oleh tingginya impor minyak mentah dan komoditas pangan, sebagai antisipasi melonjaknya permintaan pada Bulan Ramadan dan Lebaran. Di sisi lain, sementara ekspor terus menurun pada seluruh komoditas utama Indonesia seperti minyak sawit mentah (CPO), nikel, dan logam mulia.

"Surplus perdagangan ini terlemah dalam 9 bulan. Surplus perdagangan bulan lalu merupakan angka terendah sejak Mei 2023 yang sebesar US$400 juta," ujar Drewya.

Maka itu, Drewya mengaku terus mengantisipasi defisit transaksi berjalan yang semakin besar pada 2024, terutama mengingat terjadi perlambatan ekonomi global. 

"Khususnya pada kuartal II 2024, dengan semakin banyaknya hari libur yang menyebabkan berkurangnya hari kerja, kami memperkirakan neraca perdagangan akan tetap lemah," kata Drewya.

Akibatnya, lanjut dia, rupiah masih  rentan terhadap depresiasi lebih lanjut pada semester I 2024. Terkait hal ini, Bahan Sekuritas memperkirakan Bank Indonesia (BI) akan mempertahankan sikap suku bunganya saat ini.

(lav)

No more pages