Logo Bloomberg Technoz

‘Nikel Hijau’ Disorot: RI Bisa Bikin, Tergantung Aturan Batu Bara

Dovana Hasiana
15 March 2024 11:10

Produk turunan nikel, mixed hydroxide precipitate (MHP), produksi Harita Nickel./Bloomberg-Dimas Ardian
Produk turunan nikel, mixed hydroxide precipitate (MHP), produksi Harita Nickel./Bloomberg-Dimas Ardian

Bloomberg Technoz, Jakarta - Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) menilai pengembangan nikel hijau di Indonesia akan bergantung dari upaya Pemerintah Indonesia ke depannya untuk menerapkan environmental, social and governance (ESG), khususnya dalam mengatur batu bara untuk menghasilkan energi yang lebih bersih.

Sekretaris Jenderal APNI Meidy Katrin Lengkey mengatakan selama ini nikel Indonesia disebut mengandung energi kotor karena diproses menggunakan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) berbasis batu bara.

Namun, hal ini terpaksa dilakukan lantaran pabrik pengolahan nikel (nickel processing plant) membutuhkan energi yang besar. Sementara itu, energi dengan kapasitas besar di Indonesia saat ini masih diperoleh melalui batu bara.

“Contoh kalau satu line [di smelter nikel] itu butuh 30—50 megawatt, mau ambil dari mana selain batu bara? Bagaimana untuk nikel hijau ke depannya? Itu kembali ke pemerintah dalam menerapkan ESG. Itu tidak jalan kalau governance belum proper. Sebab, governance akan melakukan langkah regulasi untuk environmental dan social,” ujar Meidy saat dihubungi Bloomberg Technoz, Jumat (15/3/2024).

Smelter nikel./Bloomberg- Cole Burston

Meidy menggarisbawahi upaya penataan untuk menghasilkan batu bara dengan emisi rendah tidak serta-merta dilakukan dengan suntik mati seluruh PLTU di Indonesia. Dirinya lebih menekankan agar batu bara melalui proses gasifikasi untuk menghasilkan metanol yang bisa menghasilkan energi lebih bersih.