Logo Bloomberg Technoz


Rizal memperkirakan permintaan baterai EV bakal meningkat dalam beberapa waktu ke depan. Bahkan, hingga 2033, pertumbuhan penjualan baterai EV diperkirakan mencapaai 14,4% tiap tahunnya.

Nikel Masih Bertaji

Selain untuk baterai EV, kata Rizal, pasokan nikel dalam negeri saat ini juga masih dibutuhkan sebagai produk olahan baja nirkarat. Menurutnya, saat ini 85% penggunaan nikel ditujukan untuk produk olahan tersebut, seperti stainless steel (baja nirkarat) dan alloy (baja paduan). 

"Pada 2040 pemakaian untuk baterai diprediksi meningkat, tetapi masih di bawah pemakaian untuk stainless steel dan alloy. Pasar nikel ke depan masih tetap akan cerah. Pengembangan industri nikel di Indonesia didominasi oleh produk nikel kelas 2 [saprolite] yang memang diperuntukkan untuk itu."

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan membuka peluang kerja sama pengembangan baterai berbasis LFP dengan China.

Hal itu ia ungkapkan menyusul sindiran Eks Mantan Menteri Perdagangan RI Thomas Trikasih Lembong, yang menyatakan bahwa anjloknya harga nikel disebabkan oleh dominasi LFP untuk industri EV global.

"Kita bersyukur, LFP juga [akan] kita kembangkan dengan Tiongkok. Baterai litium juga kita kembangkan," ujar Luhut dalam pernyataan melalui video di laman Instagram resminya.

Belakangan,  harga nikel, yang digunakan untuk membuat baja tahan karat dan baterai kendaraan listrik memang telah merosot hingga 45% sepanjang tahun lalu. 

Hal itu diklaim didorong oleh membanjirnya pasokan murah dari Indonesia, yang dinilai akan mengancam dan mengganggu industri produk olahan nikel, termasuk ekosistem EV.

Sebuah dump truck melintasi jalan akses di tambang nikel diMorowali, Sulawesi Tengah. (Dimas Ardian/Bloomberg)

Ladang Nikel RI

Pada perkembangan lain, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengungkapkan bahwa Indonesia setidak masih memiliki 1,2 juta hektare (ha) lahan tambang nikel yang belum dieksplorasi.

Hal ini disampaikan Sekretaris Badan Geologi Kementerian ESDM Rita Susilawati yang mengatakan, tambang nikel Tanah Air yang baru dieksplorasi saat ini baru mencapai sekitar 800.000 ha. 

Total luas lahan cadangan nikel di Indonesia sendiri diperkirakan menembus 2 juta ha.

"Total sumber daya nikel RI yang belum dieksplorasi saat ini mencapai 17,3 miliar ton bijih dan 174,2 juta ton logam," ujar Rita dalam konferensi pers capaian kinerja Badan Geologi secara virtual, Jumat (18/1/2024).

Sementara itu, total cadangan pastinya mencapai 5,02 miliar ton bijih dan 55,06 juta ton logam. Cadangan itu juga disebut menjadikan RI sebagai negara yang memiliki cadangan salah satu bahan baku baterai kendaraan atau EV terbesar di dunia dengan porsi 23% dari total cadangan global.

Di luar cadangan yang sudah terpetakan itu, Indonesia juga memiliki potensi kandungan nikel di wilayah yang belum tereksplorasi atau greenfield yang tersebar di Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, Maluku, Maluku Utara, Papua, dan Papua Barat.

Sementara itu, berdasarkan catatan Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara (Minerba), total produksi nikel RI sepanjang 2023 tercatat mencapai 193,5 juta ton. Angka tersebut tercatat naik pesat dari capaian produksi sebelumnya atau 2022 yang sebanyak 93,73 juta ton.

(ibn/wdh)

No more pages