Logo Bloomberg Technoz

Sekadar catatan, pendapatan negara dalam APBN Tahun 2022 terealisasi senilai Rp2.626,4 triliun atau 115,9% dari target berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2022 yang ditetapkan senilai Rp2.266,2 triliun. 

Realisasi tahun lalu tumbuh 30,6% sejalan dengan pemulihan ekonomi yang makin kuat dan terjaga, serta dorongan harga komoditas yang relatif masih tinggi.

Pada 2023, kami membuat antisipasi jika harga komoditas jatuh. [Sebab efeknya] tidak main-main karena akan menyebabkan pendapatan [negara] tertekan.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati

Dari total realisasi pendapatan negara tersebut, realisasi penerimaan perpajakan mencapai Rp2.034,5 triliun atau 114% dari target Perpres No. 98/2022 sejumlah Rp1.784 triliun, serta tumbuh 31,4% dari realisasi 2021 senilai Rp1.547,8 triliun. 

Realisasi penerimaan perpajakan ini didukung oleh penerimaan pajak serta kepabeanan dan cukai.

Penerimaan pajak pada 2022 berhasil mencapai Rp1.717,8 triliun atau 115,6% berdasarkan target Perpres No. 98/2022, naik 34,3% jauh melewati pertumbuhan penerimaan pajak 2021 sebesar 19,3%. 

Hal ini mencerminkan kinerja pajak yang membaik ditunjukkan oleh realisasi yang melampaui target selama dua tahun berturut-turut. Sementara itu, penerimaan kepabeanan dan cukai juga melampaui target dengan mengumpulkan Rp317,8 triliun atau 106,3% target, tumbuh 18% secara tahunan.

Selain itu, PNB terealisasi Rp588,3 triliun atau 122,2% dari target Perpres No. 98/2022, tumbuh 28,3% dari tahun sebelumnya di level Rp458,5 triliun.

Sri Mulyani mengatakan, dalam menyusun anggaran negara tahun ini, salah satu perhatian pemerintah adalah mengantisipasi penurunan pendapatan akibat berakhirnya musim windfall komoditas. 

“Sebab salah satu risiko paling besar bagi APBN adalah harga-harga komodiitas, seperti batu bara dan CPO [crude palm oil/minyak kelapa sawit mentah]. Jika harga komoditas tidak bertengger di level atas, pasti akan ada koreksi dalam penerimaan kita,” ujarnya.

Data Harga Komoditas (Dok Bloomberg)

Kekhawatiran bahwa windfall komoditas tidak akan bertahan lama telah beberapa kali dikemukakan oleh Sri Mulyani. Menurutnya, penerimaan negara berkat windfall komoditas menembus Rp420,1 triliun pada tahun lalu. 

Bagaimanapun, dia mencatat pendapatan negara dari laba komoditas saja tidak cukup untuk mengompensasi pembengkakan anggaran untuk subsidi energi senilai Rp698 triliun dari pagu awal Rp502,4 triliun tahun lalu. 

“[Bahkan jika] seluruh windfall profit dipakai pun, tidak akan cukup [untuk menambal beban anggaran subsidi energi] karena akan habis,” tegasnya pengujung Agustus. 

(wdh)

No more pages