Logo Bloomberg Technoz

Bahkan bank swasta seperti PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) sejauh ini menawarkan bunga deposito valas tak sampai 1% per tahun. Sedangkan bank-bank asing seperti HSBC Indonesia memberikan bunga deposito dolar AS tertinggi sebesar 2,25%, tidak berbeda dengan tawaran dari DBS Indonesia yang membanderol rate di 2,75%. 

Data BI mencatat, total nilai simpanan dana valas di perbankan Tanah Air sampai akhir September lalu mencapai Rp1.156,4 triliun, didominasi oleh simpanan dalam bentuk giro sebesar Rp672,7 triliun, lalu deposito sebesar Rp312,2 triliun dan tabungan valas Rp171,5 triliun.

Sementara total nilai dana pihak ketiga dalam rupiah mencapai total Rp6.744,3 triliun didominasi oleh simpanan di deposito sebesar Rp2.651,2 triliun dan tabungan Rp2.424,7 triliun serta sisanya dalam bentuk giro.

SRBI juga menawarkan bunga tinggi (Dok. Bloomberg)

Dana simpanan masyarakat yang luar biasa besar itu seharusnya bisa disalurkan menjadi kredit oleh perbankan untuk membiayai sektor riil sehingga roda ekonomi bisa berputar. Terlebih pertumbuhan ekonomi sampai kuartal III lalu sudah melambat di bawah 5% dengan pertumbuhan kredit makin lambat hanya 8,7% sampai akhir September, dari bulan sebelumnya sebesar 8,9%.

Penyaluran kredit ke korporasi melemah dari 8,4% pada Agustus menjadi 8,3%. Sedang penyaluran ke nasabah perorangan turun lebih dalam dari 9,3% menjadi 9% year-on-year pada September lalu. 

Bukan tidak mungkin dengan tawaran bunga tinggi dari SVBI juga SRBI (Sertifikat Rupiah Bank Indonesia) yang sudah lebih dulu meluncur, perbankan semakin dimanjakan.

Data memperlihatkan, penempatan dana bank di berbagai instrumen surat berharga mencapai Rp1.868,94 triliun yang didominasi oleh penempatan di Surat Berharga Negara (SBN) maupun Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) yang mencapai Rp1.568,7 triliun sampai akhir Agustus lalu. 

Nilainya semakin besar saat ini yaitu mencapai Rp1.598,3 triliun sampai 17 November lalu berdasar data Kementerian Keuangan RI terakhir. Angka itu belum termasuk penempatan di instrumen SRBI yang nilai emisinya telah mencapai Rp144,31 triliun sampai 6 November lalu. Bunga SRBI juga tinggi sampai menyentuh sedikit di atas 7% dalam beberapa kali lelang. 

Cuan dari 'Parkir' Uang

Perbankan selama ini meraup pendapatan utama dari penyaluran kredit. Namun, dengan semakin banyaknya opsi tempat 'parkir' duit tanpa risiko seperti yang disediakan oleh bank sentral baik itu SRBI maupun SVBI, bank berpotensi menikmati kenaikan pendapatan dari penempatan di surat berharga.

Data terakhir menunjukkan, perbankan di Indonesia menikmati pendapatan bunga dari penempatan dana di surat berharga sebesar Rp72,66 triliun dan penempatan di BI sebesar Rp14,25 triliun. 

Angka itu memang masih sangat kecil bila dibanding pendapatan bank dari penyaluran kredit yang mencapai Rp398,62 trilun pada Agustus lalu. 

Namun, prospek permintaan kredit dari korporasi maupun rumah tangga yang diprediksi masih akan lesu sampai beberapa bulan mendatang, mungkin menjadi alasan terbaik bagi bank untuk menikmati cuan dari menumpuk duit di surat berharga. 

Sementara nilai kredit bank yang belum disalurkan masih cukup tinggi mencapai Rp740,38 triliun sampai Agustus lalu, naik 16,4% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. 

Berdasarkan hasil survei BI terbaru yang dirilis awal pekan ini, penyaluran kredit baru oleh perbankan pada Oktober 2023 masih melanjutkan tren perlambatan di semua kategori bank terutama di bank-bank daerah. 

"Faktor utama yang mempengaruhi prakiraan perlambatan penyaluran kredit baru pada Oktober adalah permintaan pembiayaan dari nasabah, tingkat persaingan usaha dari bank lain dan prospek kondisi moneter dan ekonomi ke depan," kata BI dalam laporan, dikutip hari ini (20/11/2023).

Keseluruhan kinerja kredit perbankan pada kuartal IV-2023, menurut hasil survei diperkirakan terjadi perlambatan meski tipis dengan Saldo Bersih Tertimbang 95,2% dari sebelumnya 95,6%.

Perlambatan pertumbuhan kredit pada kuartal akhir tahun ini diprediksi di semua jenis kredit kecuali Kredit Modal Kerja. Pertumbuhan kredit baru yang melambat itu dipengaruhi juga oleh kebijakan kredit (lending standard) yang lebih ketat pada kuartal akhir tahun ini di hampir semua jenis kredit, kecuali KPR.

(rui/aji)

No more pages