Logo Bloomberg Technoz

Jika persoalan kualitas ini dibiarkan, kata dia, maka proses pendidikan di perguruan tinggi berisiko menjadi tidak optimal.

“Kita harus serius mengurus jenjang pendidikan dasar dan menengah. Jika tidak, di kampus mereka akan sia-sia,” tegasnya.

Lebih lanjut, Ubaid menekankan bahwa rendahnya kualitas literasi, numerasi, dan sains pada jenjang SD dan SMP akan berdampak jangka panjang dan sulit diperbaiki di tahap selanjutnya. Oleh karena itu, penguatan kontrol mutu di pendidikan dasar menjadi kunci utama.

“Jika di level ini kualitas pendidikan kita, khususnya literasi, numerasi, dan sainsnya buruk, maka dampaknya akan susah diperbaiki. Karena itu jenjang dasar ini, SD-SMP, quality control-nya harus sangat kuat,” ujarnya.

Selain kurikulum dan sistem, Ubaid juga menyoroti pentingnya peningkatan kualitas guru. Menurutnya, jaminan kesejahteraan serta peningkatan mutu guru menjadi faktor krusial dalam memperbaiki hasil belajar siswa secara berkelanjutan.

Sementara itu, pengamat pendidikan Ina Liem berpandangan bahwa nilai rerata TKA SMA 2025 belum bisa dijadikan patokan nilai “sesungguhnya” dari proses belajar siswa selama tiga tahun di SMA.

 Ia menilai TKA hanya mengukur capaian pada satu titik waktu, sementara kualitas sekolah, kesiapan guru, dan keselarasan kurikulum masih sangat timpang.

"Nilai rerata TKA SMA 2025 belum bisa dijadikan patokan nilai “sesungguhnya” dari proses belajar siswa selama di SMA. TKA hanya mengukur capaian pada satu titik waktu, sementara kualitas sekolah, kesiapan guru, dan keselarasan kurikulum masih sangat timpang. Rerata yang rendah lebih mencerminkan masalah sistem dan implementasi asesmen, bukan semata kemampuan atau usaha siswa,"kata Ina.

Ina juga menyatakan tidak sepakat jika nilai TKA diintegrasikan ke dalam Seleksi Nasional Berdasarkan Prestasi (SNBP) pada kondisi saat ini.

"Selama kualitas sekolah, kesiapan guru, dan implementasi kurikulum masih timpang, integrasi ini justru berisiko memindahkan ketidakadilan ke jalur seleksi perguruan tinggi. TKA belum cukup valid untuk merepresentasikan capaian belajar 3 tahun di SMA, sehingga menjadikannya faktor seleksi nasional berpotensi merugikan siswa, bukan memperbaiki keadilan,"pungkasnya.

(dec/spt)

No more pages