Ia melanjutkan, dampak lainnya adalah terjadi penurunan daya saing produk impor. Produk dari merek asing yang belum berinvestasi lokal, misalnya VinFast dan Beyond Your Dream (BYD) jika belum produksi lokal, akan kehilangan daya saing harga.
Sementara merek lainnya seperti Wuling, Hyundai, dan DFSK– yang sudah punya pabrik di Indonesia–akan lebih diuntungkan dibanding pesaing CBU murni.
“Pemerintah hanya akan melanjutkan dukungan fiskal jika perusahaan menunjukkan komitmen lokalisasi untuk pembangunan pabrik, perakitan, ekosistem baterai, dan SDM. Dengan demikian, perusahaan EV asing dipaksa mempercepat pembangunan fasilitas perakitan (CKD/IKD), menjalin kemitraan lokal, transfer teknologi. Sebagai contoh, BYD dan VinFast sudah menyatakan niat membangun pabrik di Indonesia,” jelasnya.
Tak hanya itu, menurut Prabowo, akan ada perubahan strategi pemasaran dan model produk. Di mana, pabrikan asing perlu memilih model EV yang layak untuk produksi lokal agar efisien secara biaya.
“Mereka akan fokus pada model yang populer dan massal seperti city car, MPV medium, dan SUV kecil. Kemungkinan juga produsen asing akan menunda masuknya model flagship high-end, karena dinilai tak efisien diproduksi local,” pungkasnya.
(ain)






























