Logo Bloomberg Technoz

Kendati demikian, dia mengatakan, kenaikan harga nikel domestik bakal tergantung dari tren permintaan di sisi industri hilir, khususnya industri baja nirkarat atau stainless steel dan baterai kendaraan listrik di China.

“Langkah pengendalian produksi ini mengirimkan sinyal kuat kepada pasar global bahwa Indonesia tidak lagi sekadar mengejar volume, melainkan berupaya menjaga nilai ekonomi nikel demi keberlanjutan industri jangka panjang,” ungka Sutopo.

Blok feronikel yang diproduksi di fasilitas pengolahan nikel yang dioperasikan oleh Harita Nickel di Pulau Obi, Maluku Utara./Bloomberg-Dimas Ardian

Sebelumnya, Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) memprediksi harga bijih nikel kadar tinggi atau saprolit dapat terkerek hingga US$25 per ton pada 2026, sedangkan kadar rendah atau limonit bisa terkerek US$30—US$40 per ton.

Hal itu terjadi seiring dengan rencana pemerintah memangkas target produksi bijih nikel dalam rencana kerja dan anggaran biaya (RKAB) 2026 menjadi sekitar 250 juta dari target tahun ini sebanyak 379 juta ton, menurut klaim asosiasi.

“Saprolit nanti akan ada kenaikan sampai US$25. Limonit akan ada kenaikan sampai US$30—US$40,” kata Sekretaris Umum APNI Meidy Katrin Lengkey, dalam forum Konsolidasi Industri Nikel, Selasa (16/12/2025).

Adapun, menurut data APNI per 15 Desember 2025, rerata harga bijih nikel limonit tercatat US$22,5 per ton, sedangkan saprolit US$51,9 per ton.

Meidy menambahkan pemerintah juga berencana merevisi formula harga patokan mineral (HPM) nikel selain memangkas produksi. Dengan begitu, harga bijih nikel di Tanah Air diharapkan dapat kembali menguat.

“Formulasinya sekali lagi saya mungkin belum bisa sampaikan karena menjadi kerahasiaan kita dengan [Ditjen] Minerba,” ujar Meidy.

“Pak Dirjen minta saya untuk tidak dipublikasikan dahulu sampai final, karena saat ini sudah dalam negosiasi dengan Pak Menteri [ESDM]. Namun, tanda-tandanya Pak Menteri juga setuju [usulan] revisi kita,” lanjut dia.

Meidy menerangkan, berdasarkan kajian asosiasi yang dilakukan pada tahun ini, pasokan nikel di pasar global diprediksi surplus sekitar 209 ribu ton, sementara pada tahun depan surplusnya diprediksi mencapai 261 ribu ton.

Dia menerangkan 65% dari total surplus pada 2026 tersebut berasal dari Indonesia, sehingga Indonesia diharapkan dapat mengontrol pergerakan harga nikel global.

Meidy memprediksi kondisi surplus tersebut berisiko bisa membuat harga logam nikel global di London Metal Exchange (LME) terjerembab ke level US$12.000 per ton dari rerata saat ini di kisaran US$14.000—US$15.000 per ton.

“Kalau Indonesia bisa menurunkan kapasitas produksi, harganya bisa naik. Itu sudah pasti hukum alam,” kata dia.

(azr/naw)

No more pages