Berdasarkan data Kementerian ESDM, di Provinsi Aceh tercatat 1 KK dengan komoditas emas yang izinnya diterbitkan pada tahun 2018.
Selain itu, terdapat 3 IUP komoditas emas yang mulai berlaku pada tahun 2010 dan 2017, 3 IUP komoditas besi yang mulai berlaku dalam rentang 2021 hingga 2024, serta 3 IUP komoditas bijih besi deposit mineral primer (DMP) yang diterbitkan dalam rentang 2011 hingga 2020.
Aceh juga memiliki 2 IUP komoditas bijih besi yang masa mulai berlakunya berada pada rentang 2012 hingga 2018.
Kemudian, terdapat 1 KK yang beririsan antara Provinsi Aceh dan Sumatra Utara, dengan komoditas timbal dan seng yang mulai berlaku sejak 2018.
Di Sumatra Utara tercatat 2 KK komoditas emas DMP yang diterbitkan pada tahun 2017 dan 2018, serta 1 IUP komoditas tembaga DMP yang mulai berlaku pada 2017.
Di Provinsi Sumatra Barat tercatat 4 IUP komoditas besi yang izinnya keluar pada tahun 2019 dan 2020, 1 IUP bijih besi yang berlaku sejak 2013, 1 IUP timah hitam atau timbal yang ada sejak tahun 2020, dan 1 IUP emas yang mulai berlaku pada 2019.
Sebelumnya, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia membeberkan timnya turut mengevaluasi kegiatan tambang emas Martabe yang dikerjakan Agincourt, entitas bisnis PT United Tractors Tbk (UNTR).
Evaluasi tambang emas Martabe berkaitan dengan upaya pemerintah menelusuri penyebab bencana banjir dan longsor besar di sejumlah daerah mulai dari Aceh, Sumatra Utara sampai Sumatra Barat.
“Kali yang di Martabe ini yang paling kecil, tim tambang tetap melakukan evaluasi sampai sekarang,” kata Bahlil di Istana Negara, Jakarta, Kamis (4/12/2025).
“Kemarin saya juga cek, tetapi tim kami lagi mengecek sampai selesai baru kami memutuskan,” kata Bahlil.
Di sisi lain, Bahlil menegaskan, kementeriannya bakal menindak tegas perusahaan yang melanggar aturan terkait dengan praktik penambangan di sejumlah titik bencana tersebut.
“Saya pastikan kalau ada tambang atau IUP yang bekerja tidak sesuai dengan kaidah aturan yang berlaku, kita akan memberikan sanksi tegas,” kata Bahlil.
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumatra Utara sebelumnya menuding aktivitas tambang emas Martabe milik PTAR memperparah banjir di Sumut lantaran telah mengurangi tutupan hutan dan lahan sekitar 300 ha.
Selain itu, fasilitas pengolahan limbah tambang atau tailing management facility juga berada dekat sungai Aek Pahu yang mengaliri Desa Sumuran.
Organisasi lingkungan tersebut juga mencatat keluhan warga ihwal kualitas air yang menurun ketika musim hujan, usai beroperasinya Pit Ramba Joring pada 2017.
“Warga menyampaikan bahwa sejak beroperasinya PIT Ramba Joring, air sungai sering kali keruh saat musim hujan,” kata Direktur Eksekutif Walhi Sumut Rianda Purba, dalam keterangan tertulis, yang diterima Selasa (2/12/2025).
Berdasarkan data citra satelit pada 2025, Walhi mencatat pembukaan hutan di areal harangan Tapanuli yakni di Batang Toru, Tapanuli Selatan sangat masif terjadi. Lokasi tersebut padahal memiliki nilai konservasi tinggi dan menjadi benteng alam jika hujan terjadi.
“Tak jauh dari lokasi penambangan emas, muncul pada 2025 lahan gundul yang luas di daerah Tapanuli Tengah,” tulis kata Rianda.
Adapun, manajemen PTAR membantah aktivitas tambang perusahaan memperparah bencana banjir di Sumut, sebab lokasi banjir bandang di Desa Garoga berada di daerah aliran sungai (DAS) Garoga yang berbeda dan tidak terhubung dengan lokasi PTAR beroperasi di DAS Aek Pahu.
Senior Manager Corporate Communications PTAR Katarina Siburian Hardono menjelaskan operasi tambang dijalankan dengan meminimalkan dampak lingkungan serta mematuhi peraturan yang berlaku.
“Pemantauan kami juga tidak menemukan material kayu di DAS Aek Pahu yang dapat dikaitkan dengan temuan di wilayah banjir,” kata Katarina ketika dimintai konfirmasi Bloomberg Technoz, Senin (1/12/2025).
(azr/wdh)





























