Nantinya, PLN IP bakal memegang 49% saham pada usaha patungan tersebut. Sementara itu, PGEO mengamankan porsi sampai 51%.
Adapun, nilai investasi indikatif untuk kapasitas 530 MW itu mencapai US$2,7 miliar atau sekitar Rp44,86 triliun (asumsi kurs Rp16.615 per dolar AS).
Rencana investasi bersama itu bakal menyasar pada tujuh proyek brownfield, delapan proyek yellowfield dan empat proyek greenfield di wilayah kerja panas bumi (WKP) Hululais, Ulubelu, Lumut Balai, Lahendong, Kamojang, Sungai Penuh dan Kotamobagu.
Inisiasi kerja sama itu bakal bergerak ke level 1.130 MW pada tahap lanjut, dengan estimasi investasi hingga US$5,4 miliar atau sekitar Rp89,72 triliun.
“Saat ini sudah dijalankan pengembangan pada WKP Ulubelu dan Lahendong dengan total kapasitas 45 MW, prosesnya saat ini sedang proses pengadaan PPA di PLN,” kata Bernadus.
Di sisi lain, dia menambahkan, perseroannya tengah mematangkan rencana pembangunan pembangkit listrik untuk WKP Hululais dengan kapasitas 110 MW.
PLN menargetkan pengadaan engineering, procurement, construction and commisioning (EPCC) PLTP Hululais rampung bulan ini.
“Untuk Hululais masih dalam proses tender di PLN, untuk pendanaanya dari bilateral funding,” tuturnya.
Adapun, Badan Kerja Sama Internasional Jepang (JICA) telah berkomitmen menyalurkan pinjaman sekitar US$204 juta dengan tingkat bunga rendah kepada PLN untuk konstruksi PLTP Hululais di Bengkulu.
Sementara itu, dana pendamping untuk melengkapi donor dari Jepang itu sebesar US$42 juta.
Percepatan Proyek
Di sisi lain, PGEO berharap kongsi bersama dengan PLN IP dapat mempercepat pengerjaan proyek panas bumi yang telah masuk dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN 2025-2034.
Direktur Eksplorasi dan Pengembangan PGEO Edwil Suzandi mengatakan perseroan tengah mengejar persetujuan investasi akhir untuk sejumlah proyek eksplorasi dan pengembangan blok panas bumi akhir tahun ini.
Sejumlah proyek itu meliputi pengembangan Lumut Balai Unit 3 dengan kapasitas 55 MW, Gunung Tiga berkapasitas 55 MW, Kotamobagu 64 MW dan Bukit Daun 60 MW.
“Jadi ini juga bagian dari dukungan PGE di dalam meningkatkan install capacity dari energi baru terbarukan yang ada di wilayah kerja kita,” kata Edwil saat public expose daring, Senin (3/11/2025).
Edwil menambahkan perseroannya turut berkoordinasi dengan BPI Danantara dan PLN terkait dengan percepatan proyek Bukit Daun 60 MW, Hululais 110 MW, Co-Generation 45 MW, Sibayak 30 MW, Seulawah 70 MW, Lahendong 7 dan 8 berkapasitas 50 MW.
Edwil menuturkan perseroannya telah memiliki perjanjian jual beli uap dengan PLN untuk WKP Hululais 110 MW. Menurut dia, proyek itu bakal sejalan dengan tata waktu pengerjaan fasilitas pembangkit dan jaringan listrik dari PLN.
“Proyek Hululais ini merupakan proyek penyelarasan antara Pertamina dan PLN di bawah koordinasi Danantara,” tuturnya.
Sementara itu, BPI Danantara menilai positif kongsi yang terbentuk antara PLN IP dan PGEO untuk mendorong pengembangan potensi panas bumi di Indonesia saat ini.
CEO Danantara Rosan Roeslani menegaskan lembagannya bakal memastikan kerja sama dua perusahaan negara itu dapat berjalan sesuai dengan standar internasional.
“Kami berkomitmen memastikan setiap inisiatif pengelolaan aset strategis dilaksanakan dengan tata kelola yang akuntabel dan selaras dengan standar internasional,” kata Rosan saat seremoni penandatanganan MoU dan HoA kerja sama antara PLN IP dan PGEO di Jakarta, Selasa (5/8/2025).
Kerja sama dua perusahaan pelat merah itu diperkirakan bakal mempercepat upaya pemerintah untuk mengangkut setrum panas bumi, dengan target operasi komersial 5,2 gigawatt (GW) dalam RUPTL 2025-2034.
Analis Keuangan Energi Institute for Energy Economics and Financial Analysis (IEEFA) Mutya Yustika menilai kongsi PLN IP dan PGEO bakal mengerek tingkat kelayakan investasi proyek panas bumi nantinya.
“Dengan keterlibatan PLN sebagai mitra, risiko offtake berkurang, sehingga meningkatkan kepercayaan dari lembaga keuangan, membuka peluang untuk pembiayaan dengan suku bunga yang lebih kompetitif,” kata Mutya saat dihubungi.
Selain itu, Mutya menambahkan, kehadiran Danantara sebagai fasilitator dapat memberikan akses pembiayaan dan memperkuat koordinasi antara kedua perusahaan pelat merah tersebut.
“Kombinasi ini secara langsung meningkatkan bankability proyek,” tuturnya.
Perbaikan Regulasi
Di sisi lain, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tengah berupaya mengerek tingkat pengembalian investasi atau internal rate of return (IRR) pengembang panas bumi lewat perbaikan sejumlah regulasi.
Belakangan, Kementerian ESDM membuka opsi untuk memperbaiki ketentuan tarif panas bumi lewat revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 112 Tahun 2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan Untuk Penyediaan Tenaga Listrik.
Selain itu, Kementerian ESDM turut merombak Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Panas Bumi Untuk Pemanfaatan Tidak Langsung.
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia mengatakan kementeriannya berkomitmen untuk meningkatkan eksplorasi dan pengembangan panas bumi lewat perbaikan struktur pengembalian investasi dan penyederhanaan bisnis untuk independent power producer (IPP).
Bahlil beralasan potensi dan cadangan panas bumi Indonesia menjadi yang terbesar di dunia, dengan perkiraan mencapai 23.742 MW. Hanya saja, pemanfaatan potensi setrum panas bumi itu baru mencapai 11,6% atau 2.744 MW.
“Dari sini baru sekitar 10% yang bisa kita kelola, artinya masih ada 90% potensi ini,” kata Bahlil saat membuka The 11th Indonesia International Geothermal Convention & Exhibition 2025 di Jakarta, Rabu (11/9/2025).
Adapun, sejumlah opsi perbaikan investasi panas bumi yang tengah dikaji itu di antaranya revisi skema harga patokan tertinggi (HPT), penyesuaian tarif, skema pelelangan, nilai ekonomi karbon, optimalisasi WKP dan pemanfaatan langsung seperti agrowisata dan mineral ikutan.
Selain itu, perbaikan dari sisi fiskal menyasar pada pajak bumi dan bangunan (PBB) tubuh bumi dan permukaan, biaya masuk impor, pajak pertambahan nilai (PPN) serta tax holiday.
Di sisi lain, Bahlil mengatakan, pemerintah bakal mendorong listrik panas bumi untuk menopang kegiatan industri skala besar seperti hilirisasi mineral logam.
Dengan demikian, kata Bahlil, investasi panas bumi bakal terbuka lebar dari sisi cadangan dan potensi pertumbuhan permintaan listrik mendatang.
“Jadi panas bumi tidak hanya memasok konsumsi rumah tangga, tapi juga konsumsi industri dari proses hilirisasi sehingga ukuran pasarnya lebih besar lagi,” tuturnya.
Asosiasi Panas Bumi Indonesia (API) menilai positif rencana pemerintah untuk merevisi sejumlah aturan untuk mengerek IRR proyek panas bumi nantinya.
Sekretaris Jenderal API Riza Pasikki menuturkan asosiasinya telah menyampaikan sejumlah poin usulan berkaitan dengan rencana pemerintah untuk merombak muatan Perpres 112 Tahun 2012 dan PP Nomor 7 Tahun 2017.
Beberapa usulan itu berkaitan dengan revisi skema harga patokan tertinggi (HPT) dan besaran tarif listrik panas bumi yang akan dibeli PLN.
“Kita usulkan perubahan dari harga patokan tertinggi menjadi feed-in tariff,” kata Sekretaris Jenderal API Riza Pasikki saat dikonfirmasi, Selasa (2/12/2025).
Selain itu, API mendorong perpanjangan tax holiday, pembebasan PPN dalam negeri dan pengurangan PBB tubuh bumi pada tahap eksploitasi hingga 100%.
Berdasarkan data aktual dari masing-masing pengembang panas bumi, simulasi harga pembelian listrik dari proyek geothermal yang telah beroperasi dengan hurdle rate 10% menghasilkan net present value (NPV) negatif US$44,6 juta sampai negatif US$187,89 juta.
Adapun, IRR yang didapat berada pada rentang minus 5,16% sampai 5,47%. Menurut API, simulasi itu menunjukkan HPT dalam Perpres 112/2022 belum mencerminkan keekonomian proyek.
“Dengan semua beban tax dan fiscal, waktu pengurusan perizinan dan negosiasi PPA yang lama, maka harga Perpres akan menghasilkan IRR dan NPV yang tidak viable secara keekonomian,” kata Riza.
(naw)


























