Farhan menduga akan terjadi penutupan pabrik tekstil lainnya di tahun 2026 jika pemerintah tidak bisa mengontrol dan memberikan transparansi ke publik mengenai penerima kouta impor yang menyebabkan banjirnya produk di pasar domestik saat ini.
“Data itu mudah untuk didapatkan bagi pemerintah. Ini kami tinggal tunggu action-nya saja. Karena jika tidak ada tindakan korektif, 6 perusahaan lainnya akan menyusul bangkrut karena tidak bisa menjual produknya di pasar domestik," sebutnya.
"Selain itu, anggota kami tidak bisa menentukan rencana produksi di tahun depan karena tidak ada transparansi kouta impor yang diberikan pemerintah. Deindustrialisasi benar-benar terjadi” ucap dia.
Farhan pun menyoroti upaya tegas Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa yang menghentikan laju impor ilegal. Penyelidikan impor thrifting diyakini bisa membongkar praktik kecurangan dalam mekanisme tata niaga impor.
“Dalam impor thrifthing itu bisa ketahuan siapa pengimpornya hingga backing-backing-nya. Penegak hukum juga bisa didalami siapa menyebabkan kerugian negara. Kami meyakini bahwa birokrat yang terlibat sama-sama saja dan sudah terafiliasi dengan matang,” pungkasnya.
(ain)































