"Oleh karena itu buruh menawarkan tiga opsi kenaikan upah minimum," tambah Said Iqbal.
Opsi pertama, buruh meminta kenaikan UMP 2026 sebesar 8,5% sampai 10,5%. Angka ini didapat dari inflasi 3,26%, pertumbuhan ekonomi 5,2% dengan indeks tertentu 1,0. Maka didapat kenaikan upah minimum sama dengan 3,26% + (1,0 x 5,2%) = 8,46% yang dibulatkan menjadi 8,5%.
Sedangkan kenaikan 10,5% didapat dengan menggunakan indeks tertentu 1,4, misal di Provimsi Maluku Utara dengan pertumbuhan ekonominya di atas 30% melebihi pertumbuhan ekonomi nasional.
Lalu kedua, kenaikan UMP 2026 adalah 7,77%. Angka ini berdasarkan makro ekonomi yang sudah dirilis oleh BPS, di mana inflasi 2,65% dan pertumbuhan ekonomi 5,12% dengan indeks tertentu 1,0 dalam kurun waktu Oktober 2024 sampai dengan September 2025. Maka didapat kenaikan upah minimum sama dengan 2,65% + (1,0 x 5,12%) = 7,77%.
Terakhir, kenaikan UMP 2026 sebesar 6,5% sama dengan nilai kenaikan upah minimum 2025. Angka ini dinaikkan Presiden Prabowo Subianto dengan mempertimbangkan bahwa angka makro ekonomi tahun lalu [inflasi dan pertumbuhan ekonomi] hampir sama dengan angka makro ekonomi tahun ini dengan kurun waktu Oktober 2024 sampai dengan Oktober 2025.
"Jadi jika Menaker memutuskan Rancangan Peraturan Pengupahan yang memuat kenaikan upah minimum dengan menggunakan nilai indeks tertentu 0,2 sampai 0,7, maka bisa dipastikan buruh akan melakukan mogok besar-besaran," jelas Said Iqbal.
Said Iqbal menyebut aksi-aksi tersebut diselenggarakan oleh aliansi serikat buruh di seluruh Indonesia secara konstitusional dengan memberitahukan aparat penegak hukum sesuai Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 dan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998, dilakukan secara tertib dan damai, anti kekerasan, dan anti anarkisme.
(ain)































