Kendati demikian, Bahlil menggarisbawahi, penggunaan pembangkit berbasis batu bara itu tidak serta merta akan diidentifikasi sebagai energi yang kotor.
Dia mengatakan pemerintah tengah mendorong penggunaan teknologi penangkapan dan penyimpangan karbon atau carbon capture storage (CCS) untuk mengimbangi emisi yang timbul dari pembangkit fosil.
"Pemerintah sangat berhati-hati juga sebenarnya pembangkit batu bara itu bukan berarti kotor seluruhnya. Kalau kita memakai teknologi dengan carbon capture, itu akan mengurangi emisi," tutur dia.
Menurut hitung-hitungan PLN, peluang investasi untuk pembangkit selama 10 tahun mendatang mencapai Rp2.133,7 triliun, sekitar 73% dialokasikan untuk pengembang swasta atau independent power producer (IPP).
Perinciannya, alokasi investasi untuk IPP sebanyak Rp1.566,1 triliun dengan porsi pembangkit EBT sebesar Rp1.341,8 triliun dan non EBT mencapai Rp224,3 triliun.
Sementara itu, porsi investasi pembangkit PLN mencapai Rp567,6 triliun. Dari alokasi itu, rencana investasi PLN sebesar Rp340,6 triliun untuk pembangkit EBT, dan sisanya Rp227 triliun untuk pembangkit non EBT.
(ibn/naw)































