Kasus DSI Bukti Lemah Pengawasan OJK, Regulasi Mesti Diperketat
Pramesti Regita Cindy
20 November 2025 09:30

Bloomberg Technoz, Jakarta - Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menilai kasus gagal bayar yang menimpa platform fintech Peer-to-Peer (P2P) lending syariah PT Dana Syariah Indonesia (DSI) menjadi bukti masih lemahnya pengawasan regulator terhadap industri fintech.
Di samping lemahnya manajemen risiko di internal perusahaan juga dinilai memperparah kondisi hingga merugikan ribuan lender.
"Kasus ini harus menjadi pembelajaran bagi OJK dan asosiasi untuk menjamin tata kelola kegawatdaruratan serta asuransi penjaminan agar para lender bisa mendapatkan informasi pengembalian dana secara transparan serta memahami tahapan dan mekanisme pengembalian dana," kata Head of Center Digital Economy and SMEs Indef, Izzudin Al Farras kepada Bloomberg Technoz, dikutip Kamis (20/11/2025).
Ia juga menyoroti pelemahan daya beli masyarakat yang berpotensi menambah tekanan terhadap kinerja borrower. Oleh karena itu, OJK diminta lebih tegas menindak penyelenggara fintech yang sudah memperoleh peringatan.
"Serta lebih ketat melakukan pengawasan terhadap fintech yang mendekati ambang batas tertentu yang telah ditentukan oleh OJK."
Di sisi lain, ia juga menyoroti DSI sebagai penyelenggara fintech yang seharusnya menyadari perannya sebagai perantara antara borrower dan lender. Namun, ketika para borrower—yang sebagian besar dari sektor properti—telah mengajukan penundaan pembayaran sejak 2024, DSI dinilai tidak mengambil langkah tegas.
Selain itu, fokus pembiayaan DSI yang terlalu terpusat pada sektor properti merupakan kesalahan strategis mengingat sektor tersebut tengah mengalami kelesuan.
"Maka, DSI dan perusahaan fintech P2P Lainnya harus belajar dari kejadian ini untuk menyalurkan kreditnya pada sektor yang lebih beragam," tegasnya.
DSI Mintah Setahun Pengembalian Dana Lender
Pada kesempatan sebelumnya, Direktur Utama DSI Taufiq Aljufrimenargetkan proses penyelesaian pengembalian dana lender rampung dalam waktu sekitar satu tahun. Sebab, rentang waktu tersebut diperlukan
karena ada sejumlah tahapan teknis dan administratif yang harus dipenuhi sebelum proses pencairan bisa dilakukan secara menyeluruh.
Tahapan awal, kata Taufiq, ialah melakukan pengukuhan Paguyuban Lender sebagai wadah resmi, yang membutuhkan dukungan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Paguyuban Lender DSI sendiri merupakan wadah bagi para lender untuk melaporkan potensi kerugian dana yang mereka alami.
"Sekitar satu bulan atau kurang ya mungkin dua minggu sampai satu bulan pertama ini kita akan melakukan persiapan, di antaranya kita ingin mengajukan dukungan dari OJK untuk paguyuban lender ini menjadi paguyuban resmi," jelas Taufiq dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (19/11/2025).
Setelah paguyuban dikukuhkan, dia menyebut DSI akan mengaktifkan Badan Pelaksana Penyelesaian (BPP). Badan ini dibagi ke dalam beberapa tim, antara lain tim penagihan, penjualan aset, serta tim verifikasi data.
Taufiq menekankan verifikasi data lender dan borrower menjadi salah satu pekerjaan tersulit. Meski menggunakan sistem berbasis IT, tim tetap membutuhkan konfirmasi manual agar data benar-benar akurat. Oleh karena itu, menurutnya, kerja BPP diperkirakan berlangsung sekitar enam bulan.
Hal ini mencakup verifikasi data lender secara menyeluruh, penagihan dan penjualan aset bila diperlukan, hingga penyusunan mekanisme penyelesaian yang transparan dan diawasi.
Setelah tahap enam bulan tersebut, Taufiq memperkirakan masih ada sisa proses pencairan yang perlu dirampungkan
Bentuk Badan Penyelesaian Kasus Dana Syariah
Di sisi lain, baik pihak PT DSI dengan Paguyuban Lender sepakat membentuk Badan Pelaksana Penyelesaian (BPP). Ini sebagai salah satu langkah percepatan penyelesaian kasus pengembalian dana lender.
Kesepakatan ini dicapai dalam pertemuan pada Selasa, 18 November 2025 kemarin, sekaligus sebagai dasar kerja sama yang akan diajukan kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Taufiq menjelaskan pertemuan tersebut menghasilkan tiga poin utama. Pertama, DSI dan Paguyuban sepakat membentuk BPP. Badan ini akan berperan menjalankan proses penyelesaian secara operasional dan akan beranggotakan perwakilan Paguyuban Lender.
"Keberadaan BPP bertujuan memastikan proses berjalan transparan, adil, dan proporsional," ujar Taufiq.
Poin kedua, DSI mendukung agar Paguyuban Lender yang selama ini terlibat dalam diskusi dapat menjadi paguyuban resmi yang mewakili seluruh lender Dana Syariah.
"Kami ingin mengajukan bahwa Paguyupan Lenders yang kita sudah bertemu beberapa kali ini menjadi Paguyupan resmi yang bisa mewakili seluruh Lenders dana syariah. Kenapa kami berharap seperti itu? karena supaya pengawasan, monitoring, dan pelaksanaan kegiatannya bisa lebih efektif dan efisien," kata Taufiq.
Ketiga, kedua pihak menetapkan timeline penyelesaian sekitar satu tahun, dengan harapan dapat dirampungkan lebih cepat. Di samping itu, DSI juga berkomitmen memberikan laporan progres secara rutin kepada pengurus Paguyuban dan seluruh lender melalui kanal resmi perusahaan.
"Kita berharap penyelesaian ini bisa selesai dalam kurun waktu satu tahun atau secepatnya kalau bisa karena hal yang baik itu lebih cepat, lebih bagus," tegasnya.































