Logo Bloomberg Technoz

DPR Tepis Isu Perluasan Kewenangan Polisi di KUHAP Baru

Dovana Hasiana
18 November 2025 13:30

Polisi berjaga jelang penetapan Prabowo-Gibran sebagai capres-cawapres di gedung KPU, Rabu (24/4/2024). (Bloomberg Technoz/Andrean Kristianto)
Polisi berjaga jelang penetapan Prabowo-Gibran sebagai capres-cawapres di gedung KPU, Rabu (24/4/2024). (Bloomberg Technoz/Andrean Kristianto)

Bloomberg Technoz, Jakarta - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) membantah adanya pemberian kewenangan berlebihan kepada Kepolisian (Polri) melalui revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Sejumlah isu yang mencuat antara lain kewenangan polisi bisa menyadap tanpa izin pengadilan; membekukan sepihak tabungan dan semua jejak online; menyita mengambil perangkat seperti telepon genggam dan laptop; hingga melakukan penangkapan, penggeledahan, dan penahanan tanpa konfirmasi tindak pidana. 

"Informasi tersebut adalah hoaks alias tidak benar sama sekali," ujar Ketua Komisi III Habiburokhman dalam siaran pers, Selasa (18/11/2025). 

Menurut dia, Pasal 136 ayat 2 KUHAP baru justru mengatur penyadapan akan diatur secara khusus di undang-undang yang mengatur soal penyadapan yang baru. Beleid tersebut akan dibahas setelah pengesahan KUHAP. 


Saat ini, kata Habiburokhman, pendapat sebagian besar fraksi di DPR adalah penyadapan harus dilakukan sangat hati-hati dan dengan izin pengadilan. Ketentuan tersebut justru yang akan menjadi fondasi pengaturan penyadapan di UU Penyadapan nantinya.

Kedua, menurut Pasal 140 ayat 2 KUHAP baru, semua bentuk pemblokiran termasuk tabungan dan jejak online harus mendapatkan izin hakim. Ketiga, menurut Pasal 44 KUHAP baru, semua bentuk penyitaan harus dilakukan dengan izin ketua pengadilan negeri