Meski begitu, Eko menegaskan PTBA berharap pemerintah dapat meninjau kembali harga DMO batu bara yang saat ini ditetapkan.
Adapun, harga batu bara khusus DMO untuk pembangkit ditetapkan sebesar US$70 per ton dan untuk industri semen serta pupuk sebesar US$90 per ton. Harga tersebut ditahan pemerintah sejak 2018.
Eko menyatakan perusahaan berharap wacana memperlebar porsi DMO dapat diikuti dengan revisi harga DMO batu bara, dengan begitu perubahan kebijakan tersebut akan menjaga keseimbangan pemenuhan kebutuhan domestik dan keberlanjutan pelaku usaha pertambangan.
“PTBA secara konsisten juga terus meningkatkan kapasitas produksinya dan investasi pada infrastruktur logistik, seperti proyek angkutan batubara Tanjung Enim-Kramasan, untuk mendukung distribusi yang lebih efisien,” ungkap Eko.
“Di sisi lain, PTBA tetap berfokus pada efisiensi kegiatan operasional untuk memastikan keberlanjutan pasokan, khususnya ke pasar domestik,” lanjutnya.
Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengatakan kementeriannya belum berencana untuk meninjau harga wajib pasok dalam neger untuk batu bara.
Belakangan, Kementerian ESDM tengah berencana untuk memangkas target produksi batu bara tahun depan, sembari membuka opsi mengerek porsi kewajiban pasok domestik.
“Masih, masih [harga batu bara DMO],” kata Bahlil kepada awak media di Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (14/11/2025).
Adapun, rencana pemangkasan produksi dan opsi kenaikan DMO tersebut saat ini memasuki masa evaluasi seiring dengan tenggat perusahaan tambang untuk menyampaikan rencana kerja dan anggaran biaya (RKAB) 2026.
Bahlil menerangkan rencana pemangkasan produksi itu diambil lantaran proyeksi RKAB pada model sebelumnya periode 2024-2026, cenderung lebih besar dari perkiraan permintaan komoditas emas hitam itu tahun depan.
Menurut Bahlil, proyeksi batu bara pada RKAB 3 tahunan sebelumnya mencapai 900 juta ton per tahun. Padahal, permintaan batu bara di pasar cenderung melemah.
Sementara itu kebutuhan batu bara nasional untuk pembangkit listrik PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) mencapai 140-160 juta ton.
Di sisi lain, kebutuhan batu bara dunia hanya sekitar 1,3 miliar ton. Dia menambahkan Indonesia mampu memasok hingga 600 juta ton.
“Karena volume RKAB-nya itu produksinya kita akan turunkan. Kalau itu kemudian cukup dengan 25%, ya cukup. Kita gak naikkan. Tapi kalau gak cukup, kita naikkan. Berpotensi kita naikkan DMO-nya,” ujar Bahlil.
PTBA mencatat volume produksi batu bara mencapai 35,89 juta ton per September 2025, naik 9% dari posisi produksi periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 32,97 juta ton.
Direktur Utama PTBA Arsal Ismail mengatakan kenaikan produksi ini diikuti peningkatan volume penjualan sebesar 8% secara tahunan menjadi 33,7 juta ton dari sebelumnya 31,27 juta ton.
Dengan porsi penjualan domestik mencapai 56% dan ekspor 44%. Negara tujuan ekspor utama PTBA meliputi Bangladesh, India, Filipina, Vietnam, dan Korea Selatan.
Meski volume penjualan meningkat, pendapatan usaha PTBA hanya naik tipis secara tahunan menjadi Rp31,33 triliun dari sebelumnya Rp30,65 triliun.
Hal ini lantaran harga jual rata-rata yang turun 6% secara tahunan seiring penurunan indeks harga batu bara global atau Newcastle Index turun 22% dan ICI-3 turun 16%.
Dari sisi operasional, volume angkutan batu bara naik 8% menjadi 30 juta ton, dengan rasio pengupasan atau stripping ratio lebih rendah di angka 5,98x, turun dari 6,02x pada periode yang sama tahun lalu.
(azr/naw)

































