Namun, kala itu terjadi berbagai respons penolakan dari berbagai kalangan. Mereka menilai jika rencana tersebut dapat menimbulkan hiper-inflasi, akibat efek psikologi kepanikan dari masyarakat yang "tidak percaya" memegang mata uangnya sehingga membelanjakan uang tersebut dan menukarkannya menjadi pembelian aset.
Pada 2013, RUU itu juga pertama kali masuk menjadi Program Legislasi Nasional (Prolegnas) prioritas. Saat itu, pemerintah bersama para pemangku kepentingan juga telah membentuk tim khusus untuk membahas aturan terkait redenominasi.
Dalam sebuah kesempatan, mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla membenarkan bahwa Gubernur Bank Indonesia periode 2010-2013 Darmin Nasution pernah mengangkat wacana redenominasi rupiah. Namun akhirnya batal karena rencana itu dianggap tidak urgent dibanding masalah ekonomi kala itu.
Kemudian, Darmin Nasution tak lagi menjabat sebagai Gubernur BI dan diganti oleh Agus Martowardojo. Dalam periode kepemimpinannya, Agus juga mendukung rencana redenominasi rupiah. Namun, sampai akhir masa jabatan, rencana tersebut tak juga direalisasikan karena membutuhkan proses yang panjang terkait berbagai hal.
Pada 2023, isu ini kembali muncul, namun dibantah oleh Bank Indonesia, hingga akhirnya kembali masuk Prolegnas pada tahun ini.
Sebagaimana diketahui, hal tersebut terungkap melalui terbitnya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 70 Tahun 2025 tentang Rencana Strategis Kemenkeu 2025-2029.
Dalam beleid yang diundangkan pada 3 November 2025 tersebut, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menargetkan pembentukan rancangan undang-undang RUU Redenominasi rupiah rampung pada 2027 mendatang.
(lav)






























