Brenton Tarrant
Brenton Tarrant adalah seorang supremasis kulit putih asal Australia yang pada 15 Maret 2019 menyerbu dua masjid dan melakukan pembantaian terburuk dalam sejarah Selandia Baru. Melansir dari Counter Extremism Project, dua serangan yang dilancarkan Tarrant menewaskan lebih dari 50 orang dan melukai 40 lainnya.
Saat ini, Tarrant ditahan di Penjara Auckland, satu-satunya fasilitas dengan keamanan maksimum di Selandia Baru. Dia menjadi orang pertama yang didakwa berdasarkan Undang-Undang Penindasan Terorisme di negara tersebut.
Pada 26 Maret 2020, Tarrant mengaku bersalah atas 92 dakwaan, termasuk pembunuhan, percobaan pembunuhan, dan keterlibatan dalam tindakan terorisme. Dia kemudian dinyatakan bersalah atas seluruh dakwaan dan dijatuhi hukuman penjara seumur hidup.
Luca Traini
Pria Italia dengan pandangan sayap kanan ekstrem pada 2017 lalu dijatuhi hukuman 12 tahun penjara setelah menembak dan melukai enam migran asal Afrika dalam serangan bermotif rasial di kota Macerata, Italia bagian tengah.
Saat itu, Traini berumur 28 tahun melakukan penembakan membabi buta yang melukai enam imigran dan menimbulkan teror di kota tersebut pada Februari 2017.
Melansir The Guardian, Traini menargetkan para migran kulit hitam saat dia berkendara mengelilingi Macerata, menyerang warga negara asal Ghana, Mali, dan Nigeria. Dia kemudian meninggalkan mobilnya dan melakukan salam fasis dengan bendera Italia.
Penembakan tersebut terjadi sebulan sebelum pemilihan umum nasional yang diwarnai perdebatan sengit mengenai masuknya sekitar 600.000 migran, sebagian besar asal Afrika, ke Italia sejak 2014.
Alexandre Bissonnette
Pria asal Kanada yang menjadi pelaku penembakan di Pusat Kebudayaan Islam Kota Quebec pada 29 Januari 2017. Dalam serangan tersebut, dia menembak dan membunuh enam jamaah serta melukai 19 orang lainnya saat salat malam berlangsung.
Bissonnette, yang saat itu berusia 27 tahun, merupakan bekas mahasiswa ilmu sosial di Universitas Laval dan diketahui memiliki pandangan anti-imigran serta anti-Muslim.
Melansir dari The Guardian, lebih dari 50 orang berada di dalam masjid ketika penembakan terjadi saat salat malam. Serangan yang berlangsung kurang dari tiga menit itu menewaskan enam pria dan melukai 19 orang lainnya.
Bissonnette mengaku aksi teror itu dilancarkan setelah Perdana Menteri Kanada saat itu, Justin Trudeau menyambut para pengungsi, yang ditolak masuk ke Amerika Serikat (AS), sebagian besar berasal dari negara mayoritas muslim.
Bissonnette mengatakan dia terobsesi dengan serangan tahun 2014, ketika seorang pria bersenjata berideologi Islam menembak mati seorang prajurit di tugu peringatan perang nasional dan kemudian menyerbu gedung parlemen, serta dengan serangan truk tahun 2016 yang menewaskan 86 orang di kota wisata Nice, Prancis.
(naw/frg)


































