Selanjutnya, disebutkan pengembangan rute kereta cepat ini bertujuan untuk memperlancar perpindahan orang pada koridor tersebut. Tetapi, dalam rencana tersebut, kereta cepat melewati beberapa kota besar di Pantai Utara (Pantura) seperti Cirebon, Semarang, Surabaya, dan berakhir di Banyuwangi.
Hal ini berbeda bila dibandingkan dengan rute Kereta Cepat Whoosh yang ada sekarang, yaitu menghubungkan Jakarta dan Bandung atau di Selatan Jawa.
Pengembangan kereta api cepat di Pulau Jawa juga membutuhkan prasarana khusus. Yakni, yang mampu melayani pergerakan kereta api cepat berupa jalur yang steril sehingga dapat menjamin keamanan dan keselamatan operasionalnya. Salah satu pilihannya ialah menggunakan jalur rel di atas atau elevated railway.
Di balik kecepatan dan kebanggaan itu, proyek ini menyimpan beban finansial yang luar biasa besar. Nilai investasinya yang semula diperkirakan sekitar US$6 miliar kini membengkak hingga US$7,27 miliar atau lebih dari Rp115 triliun.
Sekitar 75% pembiayaan berasal dari pinjaman China Development Bank (CDB), dengan tenor panjang hingga 40 tahun, sedangkan sisanya 25% dari modal konsorsium pemegang saham.
Proyek dijalankan oleh PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC), yang dimiliki 60% oleh Indonesia melalui BUMN seperti PT KAI, WIKA, dan Jasa Marga dan 40% oleh konsorsium China Railway International Co.
Dari sisi pembiayaan, pinjaman utama dikenakan bunga sekitar 2% per tahun, sementara dana tambahan akibat pembengkakan biaya (cost overrun) mencapai 3,4%.
(dov/frg)





























