Logo Bloomberg Technoz

Penurunan harga global dan transisi energi menjadi dua faktor utama risiko transisi keuangan (climate-related financial risks) bagi bank-bank domestik.

Kredit Tak Sejalan ESG

Temuan Bersihkan Bankmu menunjukkan, meski sejumlah bank regional seperti CIMB Niaga telah menerapkan kebijakan coal exclusion dan menargetkan penurunan eksposur terhadap batu bara hingga 50% pada 2030, Permata belum memiliki kebijakan serupa. Laporan tersebut menilai Permata belum mengadopsi kebijakan keuangan berbasis sains (science-based finance) yang mendukung target Net Zero.

Pendanaan ke proyek-proyek batu bara juga disebut tidak konsisten dengan prinsip ASEAN Taxonomy for Sustainable Finance, yang mengkategorikan aktivitas pembiayaan terhadap PLTU dan tambang batu bara sebagai “Red Category” artinya tidak sejalan dengan mitigasi perubahan iklim.

Risiko Reputasi dan Tekanan Investor

Koalisi lingkungan menilai kebijakan bank seperti Permata bisa memperbesar risiko reputasi dan kepercayaan investor, terutama ketika korporasi global mulai menghindari rantai pasok berbasis energi kotor. Kasus Hyundai yang menarik diri dari Adaro karena penggunaan PLTU batu bara disebut sebagai contoh nyata perubahan perilaku pasar.

Selain itu, pelemahan permintaan batu bara global terutama dari China dan India memperburuk prospek jangka panjang sektor ini. Bank Dunia bahkan memproyeksikan harga batu bara akan turun 27% pada 2025 dan 5% pada 2026, menandakan fase senjakala bagi industri tersebut.

Dorongan untuk Kebijakan Bersih

Laporan Bersihkan Bankmu merekomendasikan agar bank-bank nasional, termasuk Permata, mengadopsi kebijakan keuangan berbasis sains dan menetapkan target penurunan portofolio batu bara secara bertahap sesuai skenario Net Zero 2050. Langkah ini dinilai penting sebagai safeguard risiko keuangan terkait iklim dan upaya mempertahankan kepercayaan pasar.

“Sudah saatnya bank nasional meninggalkan batu bara dan memprioritaskan pembiayaan hijau,” tulis laporan tersebut.

“Transisi yang terlambat bukan hanya persoalan reputasi, tapi juga risiko keuangan jangka panjang.”

Menanggapi laporan koalisi lingkungan Bersihkan Bankmu yang menempatkan PT Bank Permata Tbk (Permata Bank) sebagai salah satu pemberi pembiayaan pada proyek batu bara periode 2021–2024, pihak bank mengeluarkan pernyataan resmi yang menegaskan posisi dan kebijakan internal terkait pembiayaan, manajemen risiko iklim, serta rencana keberlanjutan ke depan.

Dalam tanggapan yang disampaikan oleh Katharine Grace, Chief of Corporate Affairs and Sustainability Permata Bank, bank menepis keterlibatan langsung dalam proyek PLTU Sumsel-8, namun menegaskan pula batasan informasi yang dapat mereka ungkap karena kebijakan kerahasiaan nasabah.

“Kami tidak mengonfirmasi data nasabah atau proyek spesifik karena terikat kebijakan kerahasiaan. Kami mengelola portofolio secara prudent dan melakukan ESG risk assessment sesuai Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RAKB) yang dipublikasikan dalam Sustainability Report 2024,” ujar Katharine.

Pernyataan resmi: kepatuhan, kehati-hatian, dan kerahasiaan nasabah

Bank menyatakan bahwa penanganan portofolio dilakukan dengan prinsip kehati-hatian (prudential) dan melalui penilaian risiko lingkungan, sosial, dan tata kelola (ESG) sebagaimana tertuang dalam dokumen internal dan laporan keberlanjutan. Katharine menekankan bahwa keterbukaan informasi mengenai nasabah dan proyek pada level tertentu dibatasi oleh aturan kerahasiaan perbankan.

Selain itu, Permata menegaskan penyelarasan strategi pembiayaan dengan target pemerintah, termasuk Enhanced Nationally Determined Contribution (ENDC) Indonesia yang menargetkan net-zero pada 2060.

“Permata Bank telah memiliki framework keberlanjutan untuk mencapai target net zero emission dari kegiatan pembiayaan. Kami secara bertahap memperkuat kapasitas internal dengan meningkatkan pengetahuan terkait ESG dan praktik keuangan berkelanjutan agar bersama-sama dengan seluruh pemangku kepentingan kami dapat melakukan transisi menuju ekonomi hijau,” kata Katharine.

Menjawab soal konsistensi dengan target Net Zero dan taksonomi

Laporan Bersihkan Bankmu menyebut bahwa pembiayaan yang tercatat tidak selaras dengan skenario Net Zero 2050 dan klasifikasi ASEAN Taxonomy for Sustainable Finance yang memosisikan pembangkit dan tambang batu bara sebagai kategori merah. Menjawab hal ini, Permata Bank mengatakan proses transisi menuju model bisnis berkelanjutan memerlukan dukungan berbagai pihak dan implementasinya dilakukan bertahap sejalan dengan kepatuhan regulator.

Menurut bank, penyaluran kredit selalu disertai evaluasi dampak lingkungan dan sosial (E&S), serta mitigasi risiko konsentrasi portofolio. Bank juga melakukan kajian berkala berdasar Climate Risk Management & Scenario Analysis (CRMS) untuk menilai industri yang memiliki dampak iklim signifikan.

“Secara portofolio, Permata Bank melakukan mitigasi risiko kredit dengan mengatur risiko konsentrasi terkait dengan portofolio industri. Secara periodik, Permata Bank melakukan kajian terkait dengan kebijakan dan portofolio kredit berdasarkan hasil CRMS, kebijakan regulator, serta risk appetite Bank,” ujar Katharine.

Risiko keuangan dan upaya mitigasi: stress test dan kesiapan terhadap TKBI

Terkait kekhawatiran risiko keuangan akibat penurunan permintaan batu bara dan potensi pelemahan harga komoditas, Katharine menyebutkan bahwa bank telah melakukan stress test sesuai ketentuan regulator pada 2024 dan 2025. Selain itu, Permata Bank mengaku tengah meningkatkan kapasitas internal untuk menyesuaikan strategi dengan ketentuan Taksonomi untuk Keuangan Berkelanjutan Indonesia (TKBI) yang terbaru.

“Dengan adanya ketentuan terkait TKBI yang terbaru, kami secara internal terus menyiapkan kapasitas dan strategi untuk mendukung transisi bisnis yang berkelanjutan, selaras dengan arah perkembangan ekonomi di Indonesia,” kata Katharine.

Bank juga menyoroti pentingnya transparansi laporan publik sebagai sarana menjaga kepercayaan. Katharine menunjuk Laporan Tahunan dan Laporan Keberlanjutan sebagai sumber resmi yang dapat diakses publik dan telah melalui proses assurance independen.

Transparansi portofolio: pengungkapan dan green financing

Permata Bank menegaskan komitmen untuk menyusun Laporan Keberlanjutan secara konsisten sejak 2014, dengan penyusunan mengacu pada GRI Standards dan regulasi OJK terkait Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RAKB). Dalam Sustainability Report 2024, bank memaparkan strategi keberlanjutan dan praktik ESG due diligence, serta mencatat proporsi green financing bank mencapai 14,73% dari total pembiayaan secara bank-wide pada 2024.

Meski demikian, Katharine tidak menyampaikan angka eksposur langsung terhadap sektor batu bara dalam pernyataannya — mengulangi batasan kerahasiaan nasabah sebagai alasan pembatasan itu.

Komitmen ke depan: pembiayaan hijau dan evaluasi kebijakan

Untuk jangka menengah dan panjang, bank menegaskan akan terus meningkatkan pembiayaan ke sektor energi terbarukan dan mengembangkan produk hijau untuk segmen korporasi, komersial, dan konsumer. Permata juga menyatakan akan terus mengevaluasi kebijakan pembiayaan berkelanjutan selaras portofolio, risk appetite, dan hasil CRMS.

“Kami akan terus mengevaluasi kebijakan khusus pembiayaan berkelanjutan sesuai dengan portofolio Permata Bank, risk appetite Bank dan hasil CRMS. Strategi penerapan keberlanjutan di Permata Bank akan terus memperhatikan perkembangan regulasi terkait iklim dan arah perkembangan ekonomi nasional,” tutup Katharine.

(red)

No more pages