Logo Bloomberg Technoz

Lebih lanjut, Surjadi mendorong agar BPDPKS memperluas perannya, tidak hanya menyalurkan subsidi biodiesel, tetapi juga memperkuat program replanting, peningkatan produktivitas kebun rakyat, serta pendanaan riset dan stabilisasi harga minyak goreng.

“Petani yang akan paling dirugikan apabila kebijakan B50 tidak dipertimbangkan dengan masak,” ungkap Surjadi.

Ia juga menambahkan bahwa peningkatan produksi CPO harus menjadi prioritas nasional, termasuk evaluasi terhadap regulasi yang menghambat peremajaan sawit rakyat. Dengan demikian, keseimbangan antara kebutuhan energi, ketahanan pangan, ekspor, dan stabilitas fiskal dapat terjaga secara berkelanjutan.

Investasi Sawit Mengalami Stagnasi dan Ancaman Daya Saing

Prof. Bayu Krisnamurthi, Guru Besar IPB University, menyebut bahwa investasi di sektor kelapa sawit tengah mengalami stagnasi, sejalan dengan stagnannya produksi nasional. Para pelaku usaha memilih bersikap hati-hati sambil menunggu kejelasan arah kebijakan pemerintah, terutama yang berkaitan dengan regulasi lahan dan perkebunan.

“Proses investasi di sektor ini membutuhkan waktu panjang, sekitar 12 hingga 18 bulan sejak kebijakan diterbitkan hingga hasil mulai terlihat,” ujar Bayu.

Ketidakpastian tersebut membuat geliat investasi baru tertahan dan berdampak pada perlambatan ekspansi industri sawit nasional. Kondisi stagnasi ini juga berimbas pada daya saing sawit Indonesia di pasar global.

Berdasarkan data Bloomberg, harga minyak sawit kini tercatat sekitar US$ 300 lebih tinggi dibanding soybean oil atau minyak kedelai. Selisih harga yang cukup besar itu membuat banyak negara konsumen utama mulai mengalihkan riset mereka ke alternatif pengganti minyak sawit.

Jika tren ini berlanjut, pangsa pasar internasional sawit Indonesia berpotensi semakin tertekan dan pendapatan ekspor pun menurun.

Risiko B50: Tekanan Harga, Penurunan Ekspor, dan Kerugian Devisa

Rencana pemerintah untuk meningkatkan bauran biodiesel dari B40 menjadi B50 dinilai dapat memberikan tekanan tambahan terhadap industri sawit. Kebutuhan tambahan CPO untuk mendukung program ini diperkirakan mencapai 4 juta ton, dengan tambahan subsidi sekitar Rp10–12 triliun per tahun.

Harga Tandan Buah Segar (TBS) petani juga diperkirakan turun sekitar Rp1.700 per kilogram, sementara harga minyak goreng bisa naik sekitar Rp1.900 per liter. Selain itu, ekspor sawit berpotensi turun sekitar 5 juta ton per tahun.

Walaupun ada penghematan impor solar hingga Rp172 triliun, potensi kehilangan devisa akibat turunnya ekspor sawit mencapai Rp190 triliun, sehingga justru menimbulkan kerugian bersih devisa sekitar Rp18 triliun.

Kenaikan harga TBS yang sempat diharapkan petani pun diprediksi tidak akan bertahan lama karena tekanan fiskal dan ekspor yang melemah.

“Makanya Ia menilai jika tidak dibenahi secara serius maka rencana penerapan B50 justru bisa menjadi ‘genta kematian bagi sektor sawit yang kini sudah kehilangan daya saing di pasar global. Biodiesel diperlukan pada saat harga minyak bumi sangat tinggi dan harga minyak sawit atau minyak nabatinya turun, tetapi saat ini berbanding terbalik,” tutupnya.

Melihat berbagai tantangan tersebut, para akademisi sepakat bahwa program B35 dan B40 merupakan tingkat bauran yang paling ideal untuk diterapkan saat ini. Selain menjaga keseimbangan energi nasional, dua program ini dinilai lebih aman terhadap stabilitas harga pangan, daya saing ekspor, dan kesejahteraan petani sawit.

Dengan memperkuat produktivitas kebun rakyat, mempercepat peremajaan sawit, serta meningkatkan efisiensi industri hilir, Indonesia diharapkan mampu menjaga keseimbangan antara kepentingan energi dan ekonomi. Kebijakan yang tepat akan memastikan bahwa transisi energi melalui biodiesel tidak hanya mendukung ketahanan energi nasional, tetapi juga meningkatkan kesejahteraan petani di seluruh negeri.

No more pages