Saham-saham perbankan terlihat dari pemberat laju IHSG. PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) turun 1,77%, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) melemah 0,23%, dan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) terkoreksi 0,27%.
Sementara di pasar valas, rupiah pun melemah. Pada pukul 14:45 WIB, US$ 1 setara dengan Rp 16,593/US$ di mana mata uang Tanah Air terdepresiasi 0,04%.
Rupiah sempat melemah lebih dalam dari itu. Namun setelah Gubernur Perry mengumumkan BI Rate ditahan, pelemahan rupiah melandai.
Di pasar Non-Deliverable Forwards (NDF), rupiah diperdagangkan di rentang Rp 16.617-16.627/US$ untuk tenor sebulan.
Sesuai Ekspektasi
Keputusan RDG kali ini di luar ekspektasi pasar. Konsensus pasar yang dihimpun Bloomberg hingga kemarin pagi menghasilkan median proyeksi BI Rate turun 25 basis poin (bps) menjadi 4,5% pada bulan ini.
Tamara Mast Henderson, Ekonom Bloomberg Economics, menjadi salah satu yang memperkirakan Gubernur Perry dan kolega menurunkan BI Rate ke 4,5%. Menurutnya, langkah ini menjadi bagian dari upaya “all out” untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
“BI menyatakan dalam RDG sebelumnya bahwa mereka masih mencari ruang untuk pelonggaran moneter lebih lanjut. Kami melihat bahwa stabilitas rupiah dan ekspektasi arah kebijakan The Fed (Federal Reserve, Bank Sentral Amerika Serikat/AS) akan menyediakan ruang tersebut,” tulis Henderson.
Akan tetapi, suara pasar tidak bulat. Meski kecil, masih ada suara mbalelo, dissenting opinion.
Namun, sembilan dari 34 ekonom/analis memperkirakan BI Rate tetap bertahan di 4,75%. Artinya, ada hampir 25% responden yang menilai suku bunga acuan tidak akan ke mana-mana.
Salah satunya adalah David Sumual, Kepala Ekonom PT Bank Central Asia Tbk (BBCA). Menurutnya, BI sudah memangkas suku bunga acuan besar-besaran tahun ini. Bahkan BI Rate sudah turun mendahului Federal Funds Rate.
“Outflow (arus modal keluar) juga cukup besar terjadi di instrumen SRBI (Sekuritas Rupiah BI) dan SUN (Surat Utang Negara) dalam sebulan terakhir,” ujar David.
(aji)





























