Logo Bloomberg Technoz

Ruang Gerak

Bhima menilai penugasan pembelian listrik sampah bakal mempersempit ruang gerak perusahaan listrik negara itu untuk meningkatkan investasi pada pembangkit energi baru terbarukan (EBT).

Dia menerangkan tarif listrik yang dipatok pemerintah untuk proyek PLTSa itu relatif tidak kompetitif dibandingkan dengan tarif sumber pembangkit lainnya.

“Ini akan membuat PLN justru tidak memiliki ruang untuk membiayai proyek EBT lainnya,” kata Bhima.

“Kalau kontraknya jangka panjang, sangat mungkin terjadi revisi perjanjian jual beli listrik yang membuat bisnisnya tidak berkelanjutan."

Setali tiga uang, Managing Director Energy Shift Institute Putra Adhiguna menerangkan kinerja keuangan PLN belakangan relatif terbatas akibat program penugasan pemerintah.

“Kondisi keuangan PLN juga tidak baik-baik saja karena sekitar 30% dari pendapatan mereka dari subsidi dan kompensasi sementara pemerintah enggan menyesuaikan harga listrik, bahkan bagi golongan mampu,” kata Putra saat dihubungi, Jumat (17/10/2025).

Di sisi lain, Putra menambahkan, PLN masih menghadapi beban kelebihan pasokan listrik dari sejumlah kontrak pembangkit dengan peladen listrik swasta atau independent power producer (IPP).

Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara baru-baru ini membeberkan terdapat 120 perusahaan yang telah bersiap untuk mengikuti putaran lelang proyek PLTSa tahap awal.

Chief Investment Officer (CIO) BPI Danantara Pandu Patria Sjahrir mengatakan 120 perusahaan itu bakal memperebutkan 10 proyek PLTSa yang akan dibuka lelang bulan depan.

Peta pembangkit listrik tenaga sampah atau PLTSa di Indonesia. (Dok. PLN)

Pandu berharap terdapat perusahaan atau konsorsium yang mampu memberikan penawaran teknologi paling mutakhir untuk pengelolaan sampah menjadi listrik nantinya.

“Ada 120 perusahaan dan konsorsium yang ingin bidding hanya untuk 10 proyek pertama, jadi ini massive demand,” kata Pandu di Jakarta, Kamis (16/10/2025).

Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto resmi meneken beleid anyar yang mengatur soal pengolahan sampah perkotaan menjadi PLTSa melalui Perpres No. 109/2025 yang diteken pada 10 Oktober.

Lewat beleid itu, Prabowo menetapkan tarif listrik yang mesti dibeli PLN sebesar US$20 sen per kilowatt hour (kWh) dari pengembang swasta atau IPP.

Prabowo menegaskan harga listrik yang akan tertuang dalam perjanjian jual beli listrik (PJBL) dengan PLN tanpa negosiasi dan tanpa eskalasi harga.

Tak hanya itu, Prabowo turut meniadakan ketentuan denda atau penalti (take-and-pay) yang biasanya diatur PLN pada pengembang proyek pembangkit lainnya.

Dengan demikian, pengembang swasta untuk pembangkit sampah tidak bakal kena denda atau penalti apabila besaran daya dalam PJBL tidak terpenuhi.

Sejumlah kemungkinan daya tidak terpenuhi itu di antaranya seperti permasalahan teknis di luar kendali pengembang dan pasokan sampah yang lebih rendah dari pemerintah daerah.

Sementara itu, PLN mesti memprioritaskan listrik dari pembangkit sampah masuk ke dalam jaringan (must dispatched), sesuai besaran energi yang diperjanjikan setiap tahun (annual contracted energy).

Adapun, jangka waktu PJBL dipatok selama 30 tahun terhitung sejak pembangkit sampah dinyatakan telah mencapai tahap operasi komersial atau commercial operation date (COD).

(naw/wdh)

No more pages