Logo Bloomberg Technoz

MK menyatakan Pasal 26 ayat (2) huruf d Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 141, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6897) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945. Sehingga, beleid itu tidak memiliki kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai penerapan pengawasan sistem merit, termasuk pengawasan terhadap penerapan asas, nilai dasar, kode etik dan kode perilaku Aparatur Sipil Negara yang dilakukan oleh suatu lembaga independen.

"Lembaga independen dimaksud harus dibentuk dalam waktu paling lama dua tahun sejak Putusan a quo diucapkan,” ucap Ketua MK Suhartoyo membacakan Putusan yang diajukan oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah, dan Indonesia Corruption Watch (ICW).

Mahkamah mempertimbangkan UU ASN telah menyerahkan kewenangan yang semula dimiliki oleh Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) kepada Badan Kepegawaian Negara (BKN) dan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) melalui Pasal 70 ayat (3) UU ASN. Beleid itu menjadi dasar terbitnya Peraturan Presiden Nomor 91 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2021 tentang Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi dan I Peraturan Presiden Nomor 92 Tahun 2024 tentang Badan Kepegawaian Negara. 

Dalam hal ini, Kementerian PANRB menyelenggarakan fungsi seperti perumusan kebijakan di bidang sumber daya manusia aparatur, manajemen aparatur sipil negara, dan pengawasan penerapan sistem merit. Sementara, BKN melaksanakan tugas dan fungsi pemerintahan di bidang perumusan dan penetapan kebijakan teknis, pembinaan, penyelenggaraan pelayanan, dan pengendalian atas pelaksanaan kebijakan teknis manajemen ASN.

“Menurut Mahkamah, dengan melihat sejarah perkembangan kepegawaian di Indonesia hingga diundangkannya UU 20/2023, salah satu persoalan kepegawaian, in casu pegawai ASN, mudah diintervensi oleh kepentingan politik dan juga kepentingan pribadi,” ujar Suhartoyo. 

Maka, perlu ada pemisahan fungsi dan kewenangan yang jelas antara pembuat kebijakan, pelaksana kebijakan, dan pengawas kebijakan agar tidak terjadi tumpang tindih peran dan benturan kepentingan. Dalam hal ini, pengawas kebijakan tidak hanya berfungsi sebagai pengawas an sich, tetapi juga sekaligus sebagai penyeimbang yang berada di luar dari pembuat maupun pelaksana kebijakan guna memastikan sistem merit berjalan dengan baik, akuntabel, dan transparan, sehingga mampu menciptakan birokrasi yang profesional, efisien, dan bebas dari intervensi politik serta mampu melindungi karier ASN.

Terlebih, norma Pasal 26 UU ASN menggunakan frasa "kementerian dan/atau lembaga" yang secara leksikal dapat diartikan tidak hanya mengacu pada institusi internal di lingkungan pemerintahan, tetapi juga memungkinkan dibentuknya institusi eksternal sebagai lembaga independen untuk mengawasi pelaksanaan sistem merit tersebut. Dalam kaitan ini, sebagai bagian dari desain menjaga kemandirian ASN dan sekaligus melindungi karier ASN, Mahkamah menilai penting untuk membentuk lembaga independen yang berwenang mengawasi pelaksanaan sistem merit termasuk pelaksanaan asas, nilai dasar, kode etik dan kode perilaku ASN.

(dov/frg)

No more pages