“Kalau dibilang mengurangi emisi, tidak juga. Dari sisi produksinya justru menghasilkan banyak emisi. Jadi dari sisi manfaat lingkungan juga tidak signifikan,” tegasnya.
Direstui Presiden
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia sebelumnay memastikan Presiden Prabowo Subianto sudah menyetujui program mandatori bensin dengan campuran bioetanol 10% atau E10.
“Kemarin malam sudah kami rapat dengan Bapak Presiden [Prabowo], bapak presiden sudah menyetujui untuk direncanakan mandatori 10% etanol,” kata Bahlil di areal Sarinah, Jakarta Pusat, Selasa (7/10/2025).
Hanya saja, kata Bahlil, rencana bauran bioetanol 10% pada bensin kendaraan bermotor itu memerlukan waktu untuk uji coba sebelum diadopsi sebagai kebijakan energi nasional.
Di sisi lain, Bahlil menambahkan, pemerintah turut mendorong investasi baru pada pabrik pengolahan tebu dan singkong untuk menjadi etanol. Dalam kaitan itu, pemerintah juga telah membuka lahan tebu di Merauke untuk mengembangkan industri gula dan etanol.
“[Butuh] dua sampai tiga tahun terhitung sekarang ya, jadi kita harus hitung baik-baik dulu [program E10],” kata dia.
Adapun, Pertamina telah menjual bensin dengan campuran bioetanol sebanyak 5% saat ini dengan merek dagang Pertamax Green 95 yang tersebar di 104 stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) Pertamina.
Namun, Wakil Menteri ESDM Yuliot Tanjung memastikan implementasi program E10 tidak akan diwajibkan kepada operator SPBU swasta seperti Shell atau BP-AKR. Pemerintah hanya menyerahkan opsi tersebut kepada masing-masing badan usaha.
Yuliot mengatakan keterlibatan pihak swasta dalam program bioetanol akan difokuskan pada penyediaan pasokan etanol, serupa dengan skema kemitraan pada program biodiesel B40.
“Untuk SPBU, itu nanti diserahkan kepada SPBU apakah mereka akan melaksanakan E10 atau lebih dari 10%, ya silakan saja,” kata Yuliot di Jakarta Selatan.
Sekadar catatan, Kementerian ESDM menargetkan implementasi bauran 10% bioetanol bisa dijalankan pada 2030.
Rencana itu sesuai dengan peta jalan atau roadmap yang tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2023 tentang Percepatan Swasembada Gula Nasional dan Penyediaan Bioetanol sebagai Bahan Bakar Nabati (BBN).
Dalam beleid tersebut, pemerintah menargetkan peningkatan produksi bioetanol yang berasal dari tanaman tebu paling sedikit sebesar 1,2 juta kiloliter (KL) pada 2030.
(wdh)

































