Meski demikian, dia menegaskan badan usaha (BU) hilir migas swasta juga kemungkinan tidak ingin menaikkan harga terlalu tinggi lantaran perusahaan juga akan tetap memperhatikan kondisi pasar agar harga tetap kompetitif.
"Di satu sisi, misalkan, kalau permintaannya berkurang, misalnya shifting lagi beberapa konsumen balik lagi ke Pertamina, mungkin akan ada adjustment dari pihak swastanya [agar harga BBM-nya] jangan terlalu naik, jangan terlalu tinggi [harganya]," ujar Moshe.
"[SPBU Swasta] punya strateginya tersendiri, karena pasar mereka juga berbeda-beda."
Hal senada juga diungkapkan oleh Sekretaris Jenderal Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia (IATMI) Hadi Ismoyo yang menilai kemungkinan SPBU swasta tetap menahan kenaikan harga demi menjaga loyalitas konsumen.
Namun, dia berpandangan, secara logika kebijakan yang mewajibkan SPBU swasta mengambil base fuel dari Pertamina berpotensi membuat harga BBM menjadi lebih mahal.
"Bisa jadi karena alasan loyalitas kepada konsumen, maka SPBU Swasta itu tidak menaikkan harga," ungkapnya.
Dia menekankan aspek mutu, spesifikasi, kualitas, dan harga menjadi faktor utama yang harus diperhatikan. Menurutnya, penting untuk memastikan apakah kesepakatan harga antara Pertamina dan SPBU swasta benar-benar sepadan dengan kualitas yang diberikan.
"Persoalan lain, kembali kepada karakter konsumen saat ini. Trust kepada Pertamina sudah hampir hilang, sejak kasus oplosan mencuat. Pertamina belum mampu mengembalikan trust itu kembali, sehingga banyak yang migrasi ke SPBU Swasta," tegasnya.
Kesepakatan Beli
Untuk diketahui sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengklaim sudah terdapat empat dari lima operator SPBU swasta yang telah menyatakan setuju untuk membeli base fuel dari Pertamina.
Adapun, lima badan usaha (BU) hilir migas swasta yang beroperasi di Indonesia dan terlibat dalam rapat pembahasan koordinasi BBM dengan Kementerian ESDM akhir-akhir ini a.l. Shell Indonesia (Shell), PT Aneka Petroindo Raya (BP-AKR), PT Vivo Energy Indonesia (Vivo), PT ExxonMobil Lubricants Indonesia (Mobil), dan PT AKR Corporindo Tbk. (AKR).
Namun, PT Pertamina Patra Niaga (PPN) justru melaporkan hanya PT Vivo Energy Indonesia yang sudah sepakat membeli base fuel sebanyak 40.000 barel dari 100.000 barel kargo impor yang ditawarkan Pertamina.
"Vivo sepakat untuk melakukan proses B2B [business-to-business] dengan PPN,” kata Sekretaris Perusahaan PPN Roberth MV Dumatubun dalam siaran pers, akhir pekan lalu.
Sementara itu, kata Roberth, empat BU hilir migas swasta lainnya hingga saat ini masih berkoordinasi dengan kantor pusat masing-masing untuk pembelian base fuel dari Pertamina.
Dia menuturkan PPN dan Vivo berkomitmen memastikan ketersediaan BBM serta distribusi energi dan memberikan pelayanan kepada masyarakat. Dia juga menyambut baik kerja sama tersebut.
“Kebijakan ini bukan sekadar soal impor BBM, melainkan tentang bagaimana semua pihak bekerja sama memastikan energi tersedia dan masyarakat dapat terlayani dengan sangat baik,” ujarnya.
Roberth menjelaskan mekanisme penyediaan pasokan kepada Vivo dengan menggunakan prosedur sesuai dengan aturan yang berlaku. Harapannya, Vivo dapat berkolaborasi dengan tetap menghormati aturan dan aspek kepatuhan yang berlaku di BUMN.
Setelah kesepakatan tersebut, proses berikutnya akan dilanjutkan dengan uji kualitas dan kuantitas produk BBM menggunakan surveyor yang sudah disepakati bersama.
Berikut daftar harga BBM periode September 2025:
Pertamina
- Pertamax: Rp12.200/liter
- Pertamax Turbo: Rp13.100/liter
- Pertamax Green: Rp13.000/liter
- Dexlite: Rp13.600/liter
- Pertamina Dex: Rp13.850/liter
- Pertalite: Rp10.000/liter
Vivo
- R90: Rp12.530/liter
- R92: Rp12.610/liter
- R95: Rp13.140/liter
- Diesel: Rp14.140/liter
BP-AKR
- BP 92: Rp12.610/liter
- BP Ultimate: Rp13.120/liter
- BP Ultimate Diesel: Rp14.140/liter
Shell
- Shell Super: Rp12.580/liter
- Shell V-Power: Rp13.140/liter
- Shell V-Power Nitro+: Rp13.300/liter
- Shell V-Power Diesel: Rp14.130/liter
(prc/wdh)

































