Logo Bloomberg Technoz

"Dalam pandangan kami, keputusan ini [memenangkan permintaan lebih banyak] memberi sinyal perubahan akan arah kebijakan fiskal ke depan di bawah Menteri Keuangan baru Purbaya Yudhi Sadewa, di mana kebijakan fiskal akan menjadi lebih ekspansif," kata tim analis termasuk Lionel Priyadi, Muhammad Haikal dan Nanda Rahmawati.

Dalam pengamatan analis, pemerintah sudah mulai menerapkan kebijakan ekspansif pada Juli ketika angka defisit fiskal melebar menjadi 2,92% dari Produk Domestik Bruto secara Trailing 12 Month (TTM). Pada Juni angkanya masih di kisaran 2,77%. Sementara pada Agustus sebesar 2,89% dari PDB.

Asing Khawatir

Kuatnya intervensi Bank Indonesia di pasar primer seperti terlihat dalam lelang SUN kemarin, nyatanya tak banyak menolong rupiah. Rupiah tertekan baik di pasar spot maupun forward.

Pada perdagangan Selasa, rupiah ditutup di level Rp16.665/US$ di pasar spot, terlemah sejak 29 April lalu. Sedangkan di pasar forward, rupiah Nondeliverable Forward (NDF) ditutup di level Rp16.674/US$. Pelemahan rupiah tetap terjadi bahkan ketika indeks dolar Amerika (DXY) sebenarnya bergerak melemah.

Pagi ini, Rabu (24/9/2025), rupiah semakin melemah nyaris menjebol level Rp16.700/US$ di tengah tekanan yang juga dialami oleh mayoritas mata uang Asia. 

Sedangkan yield SUN bergerak terbatas dengan kenaikan terbanyak ditunjukkan oleh tenor 5Y, sebesar 1,8 basis poin kini menyentuh 5,462% seperti ditunjukkan oleh data realtime Bloomberg pagi ini. 

"Hal ini mencerminkan kekhawatiran investor asing yang cukup tinggi terhadap risiko fiskal dan nilai tukar dari perubahan arah kebijakan fiskal menjadi ekspansif," kata Lionel.

Investor asing sudah menjual SUN sebanyak US$ 1,90 miliar atau setara Rp31,8 triliun selama bulan ini saja sampai data terakhir per 18 September lalu. Sedangkan di pasar saham, asing mencatat net sell US$ 109,7 juta, sekitar Rp1,82 triliun month-to-date.

Para investor surat utang di pasar sekunder pun akhirnya cenderung defensif merespons dengan bergeser ke surat utang pemerintah tenor pendek. 

Pemerintah bersama DPR telah menyepakati RAPBN 2026 dan parlemen kemarin mengesahkannya menjadi Undang-Undang. Defisit fiskal disepakati sebesar 2,68% dari PDB atau sebesar Rp698,15 triliun. Angka itu naik dari rencana semula sebesar 2,48% dari PDB.

Pendapatan negara juga dipatok naik sedikit 0,18% menjadi Rp3.153,57 triliun. Sedang belanja ditetapkan naik 1,48% dari rencana semula, yaitu menjadi Rp3.842,73 triliun. Defisit keseimbangan primer tercatat melebar menjadi Rp89,71 triliun, dari angka semula Rp39,37 triliun. Adapun kebutuhan pembiayaan naik menjadi Rp689,15 triliun.

"Menurut estimasi kami, penerbitan SBN [Surat Berharga Negara] bruto tahun 2026 bisa mencapai Rp1.450-Rp1.500 triliun dengan nilai SBN valas sebesar Rp113,34 triliun dan SBN rupiah sebesar Rp655,47 triliun," kata analis. 

Dalam Rapat Paripurna pengesahan di Gedung Parlemen kemarin, Ketua Badan Anggaran DPR-RI Said Abdullah mengatakan, arah kebijakan pertumbuhan yang selama ini bertumpu pada utang akan diganti berbasis pendapatan, di mana perubahan tersebut akan berdampak besar pada disiplin fiskal.

Menurut Menkeu Purbaya, pengelolaan utang harus disesuaikan dengan kondisi ekonomi. "Kalau ekonomi lagi kencang, ya harus dikurangi utang, tapi kalau ekonomi butuh stimulus, ya kita kasih stimulus dari ekonomi, dan mungkin dalam hal itu akan harus menambah utang.
Jadi itu utamanya. Jadi, batas-batas utang itu harusnya enggak kaku, tapi tergantung pada kondisi ekonomi," kata Purbaya.

Kenaikan risiko defisit fiskal menurut Menkeu Purbaya masih aman karena masih di bawah batas 3%. "Kita jaga di bawah 3% jadi masih amat prudent," tandasnya. 

Lebih lanjut ia menilai, aturan batas defisit fiskal 3% dan utang pemerintah maksimal 60% itu, Maastricht Treaty, merupakan acuan paling ketat di dunia dan masih ditaati oleh Indonesia. Sementara banyak negara-negara di Eropa, juga negara maju seperti Amerika Serikat dan Jepang memiliki utang lebih dari 100%.

"Kita amat prudent. Jadi kalau nanti ada rating agency yang mau tanyakan itu, suruh bandingkan negara-negara lain, yang maju, yang jadi acuan dia.
Habis itu suruh bawa cermin," tandas Purbaya.

-- dengan bantuan laporan Sultan Ibnu Affan.

(rui/aji)

No more pages