Restu menyatakan sudah terdapat satuan tugas (satgas) yang dibentuk untuk mengurangi aktivitas pertambangan ilegal di wilayah IUP PT Timah. Ia menegaskan, satgas tersebut akan menindak tegas pihak-pihak yang tak ingin dibina dan tetap menjalankan aktivtias ilegal.
“Kami bina dengan baik. [Pihak] yang tidak mau, atau tidak mampu, atau karena selama ini puluhan tahun lebih paham cara-cara ilegal, karena dapat uang banyak, tidak harus bayar pajak dan sebagainya, maka kami akan keluarkan dari wilayah IUP PT Timah,” tegas dia.
Sebelumnya, Direktur Pengembangan Usaha PT Timah Suhendra Yusuf Ratuprawiranegara menyebutkan Koperasi Desa Merah Putih (KDMP) boleh saja ikut serta dalam kemitraan koperasi tersebut.
Suhendra menilai penertiban tambang ilegal yang dimaksud bukan berarti meniadakan pertambangan tersebut. Terlebih, aktivitas menambang timah di Bangka belitung telah menjadi budaya dan mata pencarian masyarakat.
“Kita akan secara baik [menertibkan] dan itu bisa menjadi sesuatu yang secara hukum juga tidak bermasalah. Nah, itu namanya konsep menjadi legal, karena mereka sudah melakukan proses itu [menambang],” kata Suhendra, dalam media gathering di Pangkalpinang, Kepulauan Bangka Belitung, Sabtu (23/8/2025) malam.
Di lain sisi, Suhendra juga mengakui hingga saat ini masih kesulitan memberantas penambang timah ilegal di dalam wilayah konsesi tambang PT Timah.
Dia menuturkan pertambangan ilegal memang masih menjadi perhatian PT Timah, terutama jajaran direksi. Dia menyebut saat ini pihaknya masih kesulitan mengontrol dan melakukan pengawasan praktik tambang ilegal tersebut.
Apalagi, PT Timah memiliki luas izin usaha pertambangan (IUP) seluas hampir 500.0000 hektare (ha) yang tersebar di darat dan laut.
Dalam kesempatan terpisah, Wakil Menteri ESDM Yuliot Tanjung mengatakan kementeriannya tengah mengidentifikasi sejumlah pertambangan ilegal yang saat ini dikerjakan masyarakat.
Dia menerangkan pemerintah memiliki perhatian untuk mendorong sejumlah pertambangan ilegal itu untuk bisa beroperasi lewat skema IPR.
“Untuk tambang ilegal ini kita lihat apakah dia ini tambang rakyat punya perizinan enggak, ini kita tetapkan wilayah pertambangan rakyatnya [WPR], kemudian kita berikan legalitas,” tutur Yuliot saat ditemui di kompleks parlemen, Jumat (15/8/2025).
Adapun, Prabowo mengatakan pemerintah bakal memberi ruang bagi masyarakat untuk bisa melakukan penambangan secara legal lewat bentuk koperasi. Menurut Prabowo, akses itu bisa memberi kesejahteraan bagi masyarakat di daerah.
“Kalau rakyat yang nambang ya sudah kita bikin koperasi kita legalkan, tetapi jangan alasan rakyat tahu-tahu nyelundup ratusan triliun,” kata Prabowo dalam pidato kenegaraan di hadapan Sidang Tahunan MPR 2025.
Di sisi lain, Prabowo menegaskan bakal memberantas praktik pertambangan ilegal yang ditudingnya merugikan negara senilai lebih dari Rp300 triliun, yang berasal dari sekitar 1.063 tambang ilegal.
Sekadar catatan, Kementerian ESDM sempat melaporkan bahwa jumlah WPR yang telah ditetapkan sebanyak 1.215 lokasi dengan total luas wilayah mencapai 66.593,18 ha per awal 2024.
Hanya saja, IPR yang telah diterbitkan Kementerian ESDM saat itu baru mencapai 82 WPR dengan luas mencapai 62,31 ha. Adapun, sepanjang 2023 Kementerian ESDM mencatat terdapat 128 laporan pertambangan tanpa izin (PETI).
Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Tri Winarno, dalam paparannya di Komisi XII DPR RI akhir tahun lalu, menjelaskan Sumatra Selatan menjadi provinsi yang paling banyak memiliki laporan PETI, yakni mencapai 26 laporan.
Riau menjadi provinsi kedua yang paling banyak memiliki laporan PETI, yakni 24. Posisi ketiga ditempati oleh Sumatra Utara yang memiliki 11 laporan.
(azr/wdh)


































