Penurunan juga dicatat oleh tenor 3Y dan 7Y, masing-masing 4,1 bps dan 4,2 bps. Sedangkan tenor 5Y terpangkas 1,1 bps imbal hasilnya. SUN tenor acuan 10Y sebaliknya, hanya berubah sedikit dengan penurunan imbal hasil sebesar 0,4 bps, kini di level 6,328%.
Berlanjutnya reli harga SUN ini memperpanjang periode penurunan yield yang telah berlangsung sejak pekan lalu setelah Menteri Keuangan yang baru ditunjuk Purbaya Yudhi Sadewa mengumumkan kebijakan penempatan kas pemerintah senilai Rp200 triliun ke perbankan pelat merah (Himbara).
Walau Menkeu Purbaya mewanti-wanti agar bank BUMN menggunakan likuiditas tersebut untuk menggeber penyaluran kredit, kalangan pelaku pasar meyakini hal itu akan berdampak pada peluang beli obligasi yang lebih banyak dari perbankan.
"Relaksasi itu dinilai memberikan amunisi tambahan bagi bank-bank himbara untuk meningkatkan pembelian SUN dan mendukung program-program pemerintah yang dibiayai APBN. Juga, membiayai proyek-proyek BUMN, baik penugasan maupun non-penugasan, melalui penerbitan obligasi korporasi," kata Fixed Income and Market Strategist Mega Capital Sekuritas Lionel Priyadi.
Akan halnya terkait permintaan kredit, injeksi tersebut dinilai belum akan berdampak. Pasalnya, permintaan kredit tercipta dari persepsi pelaku usaha atas prospek bisnis dan perekonomian di masa mendatang, persepsi konsumen terhadap prospek lapangan kerja dan penghasilan mereka, serta rencana investasi pemerintah. "
Dunia usaha dan konsumen masih menunggu tanda-tanda perbaikan ekonomi sebelum memutuskan untuk meminjam dari perbankan," kata Lionel.
Pemerintah meminta return sebesar 4% hingga 4,5% untuk penempatan dana kas negara di bank-bank BUMN tersebut. Dengan tingkat return sebesar itu, Menkeu Purbaya meyakini bank akan terdesak untuk menyalurkan kredit agar tidak menanggung kerugian biaya dana.
"Kalau [anggaran itu] dia tidak pakai, dia [Himbara] rugi sendiri, ada cost sekitar 4—4,5%. Jadi dia harus bayar [beban] uang itu,” kata Purbaya pada Jumat pekan lalu.
Analis memperkirakan, injeksi likuiditas dari pemerintah pada Himbara itu akan menurunkan tingkat Loan to Deposit Ratio (LDR), yang menjadi salah satu ukuran likuiditas perbankan, sekitar 4 persentase poin dari posisi terkini. Sedang keseluruhan LDR sektor perbankan diperkirakan turun kira-kira 1,8 persentase poin hingga penempatan dana SAL tersebut ditarik kembali ke BI.
Sebagai gambaran, kepemilikan perbankan di Surat Berharga Negara (SBN) per data terakhir 10 September, mencapai Rp1.357,37 triliun. Angka itu setara dengan 21,1% dari total outstanding SBN di pasar sekunder kini.
Posisi kepemilikan SBN oleh perbankan terakhir itu juga mendekati rekor tertinggi sepanjang masa, yang pecah sehari sebelumnya di angka Rp1.359,13 triliun.
Sepanjang tahun ini, kepemilikan SBN oleh perbankan sudah tumbuh 28,4% dibanding posisi akhir tahun 2024. Secara nominal, bank sudah memborong sekitar Rp300,46 triliun selama tahun ini sampai data 10 September.
Sedangkan di instrumen Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) per akhir Agustus, perbankan menguasai sekitar Rp563,5 triliun, setara 78,7% dari total SRBI yang beredar di pasar saat ini.
Pada saat yang sama, laju kredit perbankan makin lesu dengan pertumbuhan cuma 6,7% year-on-year pada Juli lalu, terendah sejak Maret 2022 silam.
(rui)




























