“Satu hal mereka dapatkan sanksi di negara-negara tentu, saya kira urusannya Rusia dengan negara terkait. Ketika Rusia investasi ke tempat lain dan market-nya tidak ke yang memberikan sanksi, harusnya relatif bisa jalan,” tegas dia.
Meskipun begitu, dia tetap meminta pemerintah untuk mengkaji dengan betul rencana investasi yang dilakukan Rosent di Kilang Tuban tersebut.
Apalagi, menurutnya, perdagangan internasional yang terjadi saat ini bersifat sangat dinamis dan berbagai kemungkinan dapat terjadi.
“Saya kira apakah langsung ada sanksi negara atau konsekuensi tertentu masih relatif segala sesuatunya dinamis karena ada kelompok-kelompok negara yang dalamnya tanda petik tak patuh terhadap kesepakatan internasional,” pungkas dia.
Sebelumnya, Wakil Menteri ESDM Yuliot Tanjung juga memastikan FID dari Rosneft di Kilang Tuban masih tetap ditargetkan rampung pada kuartal IV-2025.
“Iya [masih ditarget rampung pada kuartal IV-2025],” kata Yuliot saat ditemui awak media di sekitaran Jakarta Pusat, Rabu (10/9/2025).
Meskipun begitu, Yuliot juga melempar sinyal bahwa pemerintah tetap terbuka jika terdapat investor asing lainnya yang ingin berinvestasi bersama KPI di Kilang Tuban.
“Jadi pemegang salam itu kan bisa saja ada yang mundur, ada yang masuk baru,” kata Yuliot.
Adapun, Direktur Jenderal (Dirjen) Migas ESDM Laode Sulaeman memandang sanksi yang diancamkan oleh Uni Eropa (UE) dan Amerika Serikat (AS) terhadap perbankan dan perusahaan energi Rusia tidak memengaruhi proses penjajakan investasi Rosneft yang dilakukan di Tanah Air.
Terlebih, kata dia, Presiden Prabowo Subianto telah membahas kelanjutan investasi tersebut dengan Presiden Rusia Vladimir Putin ketika melakukan kunjungan kenegaraan di Istana Konstantinovsky, St. Petersburg pada Juni.
Selain itu, dia menegaskan Indonesia merupakan negara nonblok sehingga ancaman sanksi tersebut seharusnya tidak menjadi alasan bahwa pemerintah harus mengakhiri kerja sama dengan Rusia.
“Kita belum sampai ke situ [batal dengan Rosneft karena sanksi], karena kan Presiden juga kemarin ke Rusia. Kita kan negara nonblok, tidak boleh melihat kecenderungan yang itu ya,” ungkap Laode.
Untuk diketahui, UE tengah menyiapkan paket sanksi baru terhadap Rusia. Paket sanksi itu, akan menjadi sanksi ke-19 yang diberikan ke Rusia.
Blok mata uang tunggal salah satunya turut mempertimbangkan sanksi lebih ketat terhadap perusahaan-perusahaan besar minyak Rusia dengan mencabut pengecualian yang saat ini dinikmati beberapa perusahaan seperti Rosneft.
Adapun, nilai proyek GRR Tuban diprediksi mencapai US$24 miliar dan dirancang untuk memiliki kapasitas olahan minyak mentah 300.000 barel per hari (bph). Hingga saat ini pembangunan proyek itu masih tersendat lantaran menanti keputusan investasi akhir dari Rosneft.
PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) melaporkan proyek Kilang Tuban masih dalam fase pengembangan yakni pembukaan lahan sebelum keputusan FID yang ditargetkan pada kuartal IV-2025 tuntas.
Setelah FID, megaproyek kilang yang digarap oleh anak usaha raksasa migas Rusia melalui usaha patungan bersama PT Pertamina (Persero) itu akan memasuki tahapan engineering, procurement, and construction (EPC).
(azr/wdh)































