Logo Bloomberg Technoz

Terobosan Pertanian Berkelanjutan PEP DMF Raih Prestasi Global


(Dok. PHE)
(Dok. PHE)

Bloomberg Technoz, Jakarta - Komitmen PT Pertamina EP Donggi Matindok Field (PEP DMF) dalam mengolah produk samping operasi menjadi pupuk organik berkelanjutan yang diterapkan pada lahan jagung di Desa Kayowa, Kecamatan Batui, Kabupaten Banggai, mengantarkan perusahaan meraih penghargaan tertinggi pada ajang inovasi internasional di Guangzhou, China, 24 Agustus 2025.

Dalam 11th International Exhibition of Inventions, inovasi bertajuk Biotechnological Advances in Organic Fertilizers Utilizing Biosulfur Side Products for Sustainable Agriculture berhasil meraih Grand Prize, penghargaan tertinggi dalam ajang tersebut, sekaligus mengharumkan nama Indonesia dan Pertamina di kancah global.

General Manager Zona 13, Andry, menegaskan bahwa PEP DMF tak hanya berfokus pada penyediaan energi untuk mendukung sentra industri di Sulawesi Tengah, tetapi juga pada keberlanjutan lingkungan dan manfaat langsung bagi masyarakat sekitar. Inovasi pemanfaatan produk samping biosulfur menjadi pupuk organik terbukti mampu mendukung pertanian di wilayah ring satu operasi dan menjadi kunci kesuksesan tim dalam meraih pengakuan dunia.

Tim inovasi terdiri atas Andry (GM Zona 13), Aristo Joeristanto (Sr Manager Prod & Project), Ridwan Kiay Demak (Field Manager DMF), Reza Pahlepy (Ast. Manager Production), Firmansyahrullah (RAM Ast. Manager), serta anggota Muchammad Sibro Mulis, Arief Partayudha, Nixon Poltak Frederic, Kus Junianto, dan Rani Utari Ayuningtyas.

Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah, memiliki potensi pertanian besar yang belum optimal. Desa Kayowa, dengan 70% wilayah berupa lahan pertanian, menghadapi persoalan mahalnya pupuk kimia, distribusi yang terbatas, serta dampak negatif penggunaan pupuk kimia terhadap kesuburan tanah.

Melalui program Integrated Agriculture Bioferdom, PEP DMF mengolah biosulfur slurry hasil produksi menjadi pupuk organik ramah lingkungan. Sejak 2024, pupuk bioferdom tidak hanya digunakan untuk padi, tetapi juga jagung melalui kerja sama dengan Kelompok Tani Kasawo Jaya. Kini, 30 hektare lahan jagung di Desa Kayowa telah memanfaatkannya.

Program ini terbukti memberikan dampak positif di berbagai aspek. Dari sisi lingkungan, berhasil mengurangi limbah biosulfur hingga 127,6 ton per tahun sekaligus meningkatkan produktivitas pertanian sebesar 57%. Dari sisi ekonomi, petani mampu menghemat biaya hingga Rp4 juta per musim dan meningkatkan nilai jual hasil panen hingga Rp18 juta per hektare. Dari sisi sosial, program ini memberdayakan 25 petani setempat sekaligus mendorong kemandirian pupuk.

“Selain mengatasi kelangkaan pupuk, Bioferdom mendukung keberlanjutan pertanian dan berkontribusi pada pencapaian agenda internasional SDGs khususnya Tujuan 8 (Pekerjaan Layak & Pertumbuhan Ekonomi), Tujuan 12 Konsumsi dan Produksi yang Bertanggungjawab,  Tujuan 13 (Penanganan Perubahan Iklim), dan Tujuan 15 (Ekosistem Daratan),” kata Ridwan Kiay Demak. 

Salah satu pilar dalam program Bioferdom adalah peningkatan kapasitas petani melalui Sekolah Lapang Pertanian Mosa’angu, yang dalam bahasa lokal Saluan bermakna berkumpul atau bersatu. Program ini dilaksanakan bersama mitra Sircular Center Indonesia (SCI) sebagai wadah transfer pengetahuan dan praktik terbaik di bidang pertanian berkelanjutan.

Jagung dipilih sebagai fokus utama karena merupakan komoditas strategis, menjadi sumber karbohidrat kedua setelah beras di Indonesia, sekaligus berperan penting sebagai bahan pakan ternak dan industri. Dengan beragam produk turunan serta potensi pengembangan yang besar, jagung dipandang sebagai salah satu komoditas masa depan yang prospektif untuk menopang ketahanan pangan sekaligus pertumbuhan ekonomi.

“Petani selama ini menjalankan profesinya secara turun temurun dan menggunakan naluri. Sedangkan saat ini perubahan cuaca dan juga penurunan kualitas lingkungan yang menimbulkan berbagai masalah pertanian terkait dengan juga membutuhkan pengetahuan formal. Saya sangat bersyukur petani kami bisa mendapatkan ilmu untuk bertahan dan bahkan mampu produktif di tengah berbagai permasalahan yang ada,” imbuh Kades Kayowa Ali Dg Marowa. 


Ridwan Kiay Demak menambahkan metode pembelajaran non-formal di bidang pertanian yang dilakukan di lapangan merupakan komitmen perusahaan untuk meningkatkan kesejahteraan petani terutama di wilayah ring satu.

“Tujuannya adalah untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan petani agar dapat mengelola usaha tani mereka secara lebih efektif dan berkelanjutan. Implementasinya di Indonesia melibatkan berbagai program dan kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan petani,” ujar Ridwan.