Aturan lainnya adalah UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara; UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara; dan UU Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.
Dalam UU Nomor 17 Tahun 2003, tahap pertama penyusunan APBN adalah perencanaan dan penetapan RAPBN yang telah disusun oleh Kementerian/Lembaga (K/L) dalam rencana kegiatan dan anggaran (RKA) masing-masing.
Kedua, RKA tersebut langsung diajukan oleh K/L kepada masing-masing Komisi terkait DPR RI. Proses tersebut kemudian resmi dibahas oleh DPR dan K/L, yang kemudian menyesuaikan dengan kondisi makroekonomi dan fiskal negara, hingga memperoleh kesepakatan.
Ketiga, hasil pembahasan rencana kerja dan anggaran disampaikan kepada Menteri Keuangan selaku pemegang keputusan sekaligus pengelola keuangan negara sebagai bahan penyusunan RUU tentang APBN tahun berikutnya.
Keempat, pemerintah pusat mengajukan Rancangan Undang-undang tentang APBN, disertai nota keuangan dan dokumen-dokumen pendukungnya kepada DPR pada bulan Agustus tahun sebelumnya (jika menyusun APBN 2026, maka penyerahan dokumen RAPBN dan Nota Keuangan dilakukan Agustus 2025).
Kelima, usai pengajuan tersebut, DPR berhak mengajukan usul yang mengakibatkan perubahan jumlah penerimaan dan pengeluaran beserta seluruh postur dan asumsi dasar makro kebijakan fiskal dalam RAPBN tersebut melalui sidang Paripurna.
Keenam, DPR langsung melakukan pengambilan keputusan pengesahan menjadi UU selambat-lambatnya 2 (dua) bulan sebelum tahun anggaran yang ditentukan dilaksanakan (jika menyusun RAPBN 2026, maka setidaknya pengesahan paling lambat dilakukan Oktober 2025).
Ketujuh, apabila DPR tidak segera menyetujui RAPBN menjadi UU APBN, maka pemerintah pusat dapat melakukan pengeluaran setinggi-tingginya sebesar angka APBN tahun anggaran sebelumnya.
(lav)































