Ketika kapasitas penuh pelabuhan tersebut dapat dimanfaatkan sekitar tiga tahun mendatang, Manero mengatakan Peru akan memiliki daya tawar lebih besar terhadap pembeli, dengan mengurangi ketergantungan ekspor ke AS dan Eropa serta meningkatkan distribusi ke Asia. Meski begitu, Peru masih perlu meneken protokol kesehatan dengan negara pengimpor agar ekspor buah segar dapat dilakukan.
“Asia bisa menggantikan AS karena tingkat konsumsi blueberry yang sangat tinggi,” ujarnya. “Jika semua berjalan sesuai rencana, tahun ini kami bisa menargetkan Jepang dan India sebagai pasar baru.”
Peru telah menandatangani perjanjian dagang dengan Indonesia dan China, sementara Korea masih menjadi target jangka panjang.
Tahun lalu, Peru mencatat rekor ekspor blueberry senilai US$2,3 miliar (Rp37,28 triliun), lebih tinggi 36% dibanding tahun sebelumnya, menurut data kementerian perdagangan. Industri dan pemerintah menargetkan pertumbuhan 20% pada musim 2025. Manero menekankan, laju pertumbuhan hanya bisa dipertahankan dengan membuka pasar baru.
Ia juga menyambut baik pengesahan rancangan undang-undang yang menurunkan tarif pajak penghasilan perusahaan agribisnis menjadi 15% dari sebelumnya hampir 30%. Meski menuai kritik karena dianggap mengurangi penerimaan negara dari sektor yang sedang booming, Manero membela kebijakan tersebut. Menurutnya, pertumbuhan industri serta penciptaan lapangan kerja jauh lebih penting dibandingkan kekhawatiran itu.
Pemerintah mendukung penuh rancangan tersebut, meski Presiden Dina Boluarte belum menandatanganinya menjadi undang-undang.
(bbn)
