Lalu, Koes Hariyono selaku Kepala Divisi Legal PT BRI; Lea Djamilah Sriningsih selaku Direktur PT Qualita Indonesia; Marshall Jahja selaku Direktur PT Mika Informatika Indonesia periode 2019-2023’ Milken Jonathan selaku Business Strategy PT Datindo Infonet Prima periode 2016-2017; Silvana Suryani selaku Komisaris PT Jadin Pratama; Syafri Rakhmas selaku Kepala Divisi (Kadiv) Procurement & Logistic (PLO).
Kemudian, Muhammad Yusuf selaku VIce President/Department Head of Acquiring Business PT BRI; Nada Irany dari pihak swasta; Ramdhan Ahiruddin Hasan selaku Manager Bisnis Koperasi Swakarya BRI; Juwita Suhesti dari pihak swasta; RIza Akmal selaku Wakil Ketua Yayasan Kesejahteraan Pekerja BRI; Robi Priyadi selaku Appraisal & Cost Estimation Department Head di BRI tahun 2019 - 2021; Sabur Rachmad Darmadi selaku GM Koperasi Swakarya BRI; Suherman selaku Direktur Suna Karya Solusi.
Berdasarkan perhitungan awal, KPK menyatakan bahwa tindak korupsi pengadaan mesin EDC tersebut menimbulkan kerugian keuangan negara setidaknya Rp744,5 miliar. Kerugian negara tersebut didapatkan dari pengadaan EDC pada 2020-2024 dengan skema beli putus, serta pengadaan EDC dengan skema sewa untuk kebutuhan merchant BRI.
Pengadaan melalui beli putus dianggarkan sebesar Rp942,7 miliar dengan jumlah EDC 346.838 unit. Sementara skema sewa, mulanya dianggarkan sebesar Rp581 miliar untuk 2020-2023, lalu dilanjutkan dengan anggaran Rp3,1 triliun pada tahun 2023 untuk perpanjangan tiga tahun ke depan, di mana anggaran tersebut telah terealisasi sebesar Rp634 miliar.
"Pada titik ini dari pihak BRI tadi yang di awal telah saya sampaikan khususnya bagian pengawasan bekerja sama dengan kami melakukan penyelidikan, sehingga dari Rp3,1 triliun tadi realisasinya baru Rp634 miliar," ungkap Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu, beberapa waktu lalu.
(azr/frg)

































