“Sudah kami klarifikasi. Kami minta mereka tidak lagi menggunakan istilah-istilah seperti ‘saham virtual’. Faktanya, itu bukan saham baru dan tidak berlaku untuk semua nasabah,” jelasnya.
BEI menegaskan bahwa insentif tersebut hanya diberikan kepada sejumlah nasabah sesuai dengan ketentuan internal Ajaib, termasuk adanya batas anggaran tertentu. Jika nasabah menerima bonus tersebut, bentuknya adalah uang tunai (cash), bukan saham tambahan dari emiten bersangkutan. Jika memang nasabah menginginkan konversi dalam bentuk saham, maka PSAT akan membeli saham di pasar sekunder dengan harga pasar saat itu, bukan di harga perdana.
Seperti yang diketahui, di salah satu platform investasi muncul sejumlah investor yang mengaku tidak langsung menerima saham yang diperoleh dari penjatahan resmi e-IPO. Alih-alih muncul di portofolio pada hari pencatatan 8 Juli 2025, mereka justru menerima saham virtual sebagai bonus dari sekuritas. Saham tersebut baru bisa dikonversi beberapa hari kemudian dan dikenakan biaya tambahan.
Menurut komunitas investor tersebut, jika saham hasil penjatahan resmi ditahan dan diganti dengan gimmick semacam bonus saham virtual, maka praktik tersebut dinilai tidak lagi sebatas strategi pemasaran, melainkan bisa masuk ke ranah hukum.
“Secara pidana, hal ini berpotensi melanggar Pasal 378 KUHP tentang penipuan dan Pasal 372 KUHP tentang penggelapan, karena investor dirugikan atas haknya yang sah,” tulis akun @skydrugz27, dikutip Rabu (9/7/2025).
Tak hanya itu, secara perdata, investor yang mengalami kerugian akibat keterlambatan distribusi saham menurutnya juga berpotensi menuntut ganti rugi. Misalnya, jika harga saham naik saat hari pencatatan namun tidak bisa dijual karena masih virtual, kerugian materiil dari selisih harga jual bisa diklaim.
(dhf)