Logo Bloomberg Technoz

Bloomberg Technoz, Jakarta - Kuasa Hukum Setya Novanto, Maqdir Ismail kecewa dengan putusan Peninjauan Kembali (PK) Mahkamah Agung terhadap kliennya yang menjadi terpidana kasus korupsi proyek KTP Elektronik atau e-KTP. Menurut dia, ketua DPR 2014-2017 tersebut seharusnya mendapat putusan bebas.

Sebelumnya, majelis hakim MA hanya memotong vonis penjara Setya dari 15 menjadi 12,5 tahun. Hal ini tertuang dalam putusan nomor 32 PK/Pid.Sus/2025.

"Mengenai putusan, menurut hemat saya mestinya beliau [Setya Novanto] diputus bebas," ujar Maqdir saat dihubungi Bloomberg Technoz, Jumat (04/07/2025).

Menurut dia, pengadilan tingkat pertama hingga kasasi keliru menyatakan kliennya telah melanggar Pasal 3 Undang-undang Tipikor. Sesuai kontruksi perkara, kata dia, Setya sebagai anggota Komisi III (bidang hukum) tak memiliki kewenangan dalam pembahasan dan pengadaan proyek e-KTP di Kementerian Dalam Negeri -- yang merupakan mitra Komisi II bidang pemerintahan.

"Kalau dianggap terbukti terima uang, itu bisa gratifikasi atau suap," ujar Maqdir.

Soal dugaan suap, menurut dia, Setya sebenarnya juga tak terbukti menerima aliran uang dari para tersangka dan pelaku korupsi proyek e-KTP. Terutama, kata dia, tuduhan bahwa eks ketua umum Partai Golkar tersebut menerima uang dari Direktur Biomorf Lone LLC asal Amerika Serikat, Johannes Marliem.

"Dari keterangn Agen FBI, tidak ada uang yang diterima [Setya] dari Johannes Marliem," kata Maqdir.

Akan tetapi, dia tak menjelaskan lebih detil maksud informasi FBI dalam penanganan proyek KTP elektronik tersebut. Saat itu, penyidik KPK memang sempat beberapa kali ke Amerika Serikat untuk mengejar informasi dan keterangan dari Johannes Marliem.

Dalam kasus ini, Johannes Marliem sempat memegang posisi penting karena secara diam-diam merekam semua pembahasan soal praktik korupsi proyek e-KTP bersama pejabat Kemendagri, perusahaan konsorsium, hingga anggota DPR. Beberapa data rekaman kabarnya bisa mengungkap peran Setya Novanto.

Akan tetapi, proses hukum terhadap Marliem berakhir tragis. Di tengah berbagai berita tentang keterlibatannya dalam korupsi senilai Rp3,2 triliun tersebut, dia justru ditemukan kepolisian Amerika Serikat dalam kondisi meninggal dunia usai melakukan bunuh diri. Kabar tentang data besar berisi rekaman pembahasan korupsi tersebut pun kembali menjadi samar.

Meski demikian, penyidik KPK kemudian tetap menangkap dan menetapkan Setya Novanto sebagai tersangka dengan sejumlah bukti lainnya. Dia pun berakhir dengan mendapat hukuman penjara selama 15 tahun, denda Rp500 juta, dan membayar uang pengganti US$7,3 juta pada April 2018.

(azr/frg)

No more pages