Logo Bloomberg Technoz

Posisi itu membalik situasi sebelumnya ketika dalam tiga bulan pertama tahun ini, APBN membukukan defisit hingga sebesar Rp104,2 triliun, setara dengan 0,43% dari Produk Domestik Bruto.

Penerimaan negara pada April tercatat sebesar Rp810,5 triliun, ketika belanja negara mencapai Rp806,2 triliun. Menteri Sri tidak memberikan perincian lebih lanjut tentang 'jerohan' kinerja APBN. 

Ia hanya mengatakan, kedua sisi berada dalam tren penguatan, juga anggaran negara disebut masih memadai untuk mendukung program pemerintah secara optimal.

Apabila dibandingkan dengan posisi April 2024, terlihat bahwa penerimaan negara pada bulan keempat tahun ini tercatat lebih rendah 12,4%.

Sementara pengeluaran pada saat yang sama turun 5%. Artinya, surplus yang terjadi kemungkinan lebih karena upaya penghematan alih-alih penambahan penerimaan yang signifikan.

BI rate perlu turun

Analis menilai, realisasi anggaran pada April mencerminkan bahwa Kementerian Keuangan berada dalam mode penghematan akibat kekurangan pendapatan yang tajam, yang kemungkinan adalah karena penerimaan pajak yang anjlok signifikan.

Dalam sebuah rapat bersama Direktorat Pajak di gedung parlemen awal Mei lalu, anggota parlemen mengungkap bahwa pendapatan pajak bersih selama April turun hingga 43% year-on-year, sementara penerimaan pajak selama Januari-April juga tergerus 27,7%.

Realisasi kinerja APBN pada April ini menurut analis memperkuat ekspektasi bahwa pertumbuhan ekonomi RI pada tahun ini akan suram.

Baca juga: Setoran Pajak Lesu, Defisit APBN Bisa 3,5% dari PDB

"Kami proyeksi pertumbuhan PDB pada tahun ini sebesar 4,50%, sekaligus kami tegaskan penurunan BI rate bulan ini sebesar 25 basis poin sebagai upaya bank sentral mencegah pertumbuhan ekonomi tahun ini turun lebih jauh di bawah 4,50%," kata Fixed Income and Macro Strategist Mega Capital Sekuritas Lional Priyadi dan Junior Macroeconomist Muhammad Haikal dalam catatannya, siang ini.

Berdasarkan survei Bloomberg terhadap 32 institusi sampai Selasa pagi, konsensus pasar memperkirakan Bank Indonesia akan memangkas bunga acuan sebesar 25 basis poin menjadi 5,50%, setelah tiga bulan beruntun BI rate ditahan di level 5,75%. 

Bila ekspektasi pasar itu terpenuhi, pemangkasan BI rate pada pertemuan Mei akan menjadi yang kedua tahun ini setelah pada Januari lalu bunga acuan secara tak terduga digunting oleh Bank Indonesia, di luar perkiraan pasar.

Sinyal pelemahan ekonomi domestik yang kian kentara menjadi faktor utama perlunya pelonggaran moneter di Indonesia.

Selain itu, rupiah yang sering menjadi faktor penahan langkah BI menurunkan bunga acuan, kinerjanya juga sudah membaik sebulan terakhir.

Rupiah telah menguat 2,65% sejak terakhir kali BI rate diputuskan di 5,75% pada bulan lalu.

Resesi teknikal

Perekonomian RI memang tengah berada dalam kondisi kurang baik yang diperkirakan akan berlanjut hingga beberapa kuartal ke depan. Pada kuartal 1-2025, pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya sebesar 4,87%, yang menjadi laju terendah sejak 2021 silam.

Hasil survei terakhir yang digelar Bloomberg pada akhir April, perekonomian Indonesia diperkirakan hanya akan tumbuh sebesar 4,80% pada kuartal II ini, lebih rendah dibanding capaian kuartal pertama. Angka prediksi itu juga lebih rendah dibanding proyeksi ekonom sebelumnya sebesar 5%.

Bila prediksi itu terealisasi, maka berarti terjadi kontraksi kuartalan lagi karena pada kuartal pertama lalu ekonomi RI sudah mencatat pertumbuhan negatif 0,98%. Kontraksi pertumbuhan dalam dua kuartal beruntun mencerminkan kondisi resesi teknikal.

Istilah "resesi teknikal" sering digunakan untuk menggambarkan kondisi awal atau awal dari resesi yang lebih luas dan berkelanjutan, yang dapat mencakup indikator ekonomi lainnya seperti ketenagakerjaan dan investasi. 

Hasil survei juga memperkirakan, laju Produk Domestik Bruto di angka 4,80% diprediksi bertahan hingga dua kuartal berikutnya sehingga membawa total capaian pertumbuhan ekonomi tahun ini tak lebih dari angka 4,80%.

Ekonomi RI pada 2026 diperkirakan sedikit menggeliat namun masih sulit mencapai laju 5%. Para ekonom yang disurvei oleh Bloomberg memperkirakan PDB hanya tumbuh 4,90% pada tahun depan, lebih rendah ketimbang prediksi sebelumnya 5,1%.

Para ekonom juga memperkirakan, Indonesia menghadapi potensi resesi dalam 12 bulan ke depan dengan probabilitas mencapai 10%, menurut 7 responden.

(rui)

No more pages