Bloomberg Technoz, Jakarta - Pasar kripto menunjukkan penguatan signifikan seiring meningkatnya optimisme investor, didorong oleh data inflasi Amerika Serikat (AS) yang lebih rendah dari perkiraan. Mampukan aset digital seperti Bitcoin menembus rekor tertinggi baru?
Untuk diketahui, pada perdagangan hingga Kamis (15/5/2025) pukul 9.55 pagi waktu Indonesia harga Bitcoin sedikit koreksi (-0,6%) namun tetap di kisaran US$103.036. Meski begitu, Bitcoin sempat menembus level terbaiknya dalam tiga bulan terakhir di US$105.751,62 pada 12 Mei lalu.
Berdasarkan laporan terbaru, inflasi CPI AS turun ke level 2,3%—angka terendah sejak 2021 dan lebih rendah dari proyeksi ekonom yang memperkirakan 2,4%. Data ini memberi sinyal tekanan harga mulai mereda, meningkatkan ekspektasi Federal Reserve (The Fed) dapat melonggarkan kebijakan moneternya dalam waktu dekat.
Fahmi Almuttaqin, analis salah satu platform investasi Reku, menyebut penurunan inflasi menjadi salah satu katalis utama penguatan pasar kripto dalam beberapa hari terakhir.
“Terlepas dari ketidakpastian terkait dampak kebijakan dagang Presiden Trump yang masih membayangi, perkembangan tersebut menggambarkan kondisi ekonomi AS yang masih cukup solid,” kata Fahmi dalam keterangan tertulis dikutip Kamis.
Selain faktor inflasi, sentimen pasar turut diperkuat oleh kabar bahwa Coinbase resmi masuk ke dalam indeks S&P 500. Langkah ini diyakini akan menarik aliran dana institusional besar, yang turut mendorong harga saham Coinbase (COIN) naik tajam hingga 24%.
Tak hanya Bitcoin yang mengalami penguatan. Ethereum tercatat naik 9% ke level US$2.700 dan memimpin reli sejumlah altcoin lainnya. Secara umum, momentum positif pasar kripto beriringan dengan penguatan pasar saham AS.
Bursa saham AS pada Selasa, ditutup menguat dengan indeks S&P 500 naik 0,7% dan mencetak kinerja positif tahun ini untuk pertama kalinya sejak Februari. Nasdaq bahkan menguat 1,6%, dipicu oleh lonjakan saham teknologi seperti Palantir (+8,1%), Super Micro Computer (+16%), Tesla (+4,9%), dan Nvidia (+5,6%).
Meski demikian, Dow Jones ditutup melemah 0,6% akibat anjloknya saham UnitedHealth sebesar 18% setelah CEO-nya mengumumkan pengunduran diri.
Fahmi menambahkan meskipun sentimen pasar saat ini condong positif, investor tetap menunjukkan sikap waspada. Hal ini tercermin dari naiknya harga emas sebesar 0,6% ke US$3.240,30 sebagai bentuk lindung nilai, serta aliran dana keluar dari ETF Bitcoin spot sebesar US$91,4 juta, memutus tren inflow positif selama empat hari sebelumnya.
“Meskipun tren positif yang ada khususnya di pasar kripto masih terlihat cukup solid, area harga US$106.000 berpotensi menjadi resistance yang cukup sulit untuk dilewati di tengah potensi kenaikan inflasi dan perlambatan pertumbuhan ekonomi akibat kebijakan tarif Trump yang masih membayangi optimisme pasar saat ini.”
Melihat kondisi saat ini, Fahmi menyarankan investor untuk menyesuaikan strategi berdasarkan tujuan masing-masing. Bagi investor konservatif, momen ini dapat dimanfaatkan untuk mengamankan keuntungan sambil menunggu kepastian arah pasar. “Sedangkan bagi para investor yang memiliki tujuan jangka panjang, strategi hold atau bahkan buy more seperti yang dilakukan oleh Strategy dengan pembelian Bitcoin senilai US$1,34 miliar baru-baru ini menjadi opsi yang tidak kalah menarik,” jelas dia.
Sebagai catatan, hingga Rabu (14/5/2025) siang pukul 12.58 waktu Indonesia capaian BTC masih ada di US$103.874 (sekitar Rp1,71 miliar), tetap lebih tinggi 1,1% dari posisi hari Selasa. Sepanjang tahun (year-to-date/ytd) BTC tercatat +11,2%.
Berdasarkan catatan Bloomberg News,.dalam sepekan terakhir harga terbaik Bitcoin tercatat US$105.751,62, menurut data perdagangan, sangat berbeda dibandingkan periode pekan sebelumnya yang hanya di US$95.724. Pada perdagangan terakhir merupakan level tertinggi bulanan selama periode April hingga Mei 2025 untuk koin asli kripto.
Sementara, analis dari Ajaib Kripto, Panji Yudha memproyeksi dorongan kenaikan Bitcoin masih akan terjadi pada beberapa periode mendatang. Ia mengingatkan bahwa minat atas Bitcoin yang makin meluas didukung oleh pasokan BTC yang terbatas, hingga adanya pola halving secara periodik.
“Selain itu, potensi pemotongan suku bunga akan menjadi katalis yang dapat mendorong BTC mencetak harga tertinggi baru melampaui US$109.000,” tutur Panji.
Disclaimer
Artikel ini bukan ajakan dari Bloomberg Technoz untuk berinvestasi. Semua risiko investasi yang dilakukan investor menjadi tanggungjawab secara mandiri.
(wep)































