Ketergantungan Harga
Bagaimanapun, dia memahami kebijakan anyar tersebut ditujukan untuk mengurangi ketergantungan pada harga komoditas global dan meningkatkan kedaulatan ekonomi nasional dalam menentukan nilai mineral strategis.
Namun demikian, Perhapi menyarankan agar Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) benar-benar melihat kondisi pasar yang sebenarnya sebelum menentukan HPM, agar adil bagi produsen maupun pembeli.
Dia menyebut penentuan HPM tanpa melihat kondisi ril di pasar akan berpotensi mengakibatkan ketidaksepakatan antara produsen dan pembeli.
Lebih jauh, kebijakan tersebut juga akan berdampak kepada kondisi penerimaan negara jika volume penjualan komoditas pertambangan mineral menurun atau bahkan terhenti akibat produsen tidak dapat menjual hasil tambangnya ke pembeli.
Dalam kaitan itu, para pemilik pengolahan dan pemurnian atau smelter enggan untuk membeli bijih bauksit sesuai HPM dengan alasan HPM akan membuat mereka rugi.
Jalan Tengah
Sudirman menuturkan cara lain untuk menyikapi hal tersebut dengan mengembalikan aturan HPM seperti sebelumnya, yakni HPM hanya dijadikan basis untuk perhitungan royalti dan iuran produksi untuk penerimaan negara.
“Sehingga produsen dan buyer dapat melakukan keleluasaan untuk bertransaksi dengan harga yang layak dan dapat disepakati kedua belah pihak secara fair, guna mendapatkan profit margin dan dapat menutupi biaya operasional,” ucapnya.
Sebelumnya, Direktur Utama PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) Nico Kanter membeberkan perseroannya tidak dapat menjual bauksit tercuci atau washed bauxite hingga feronikel imbas aturan baru HPM.
Nico menuturkan perseroannya berhenti menjual dua komoditas itu sejak 1 April 2025. Nico beralasan sebagian besar buyer tidak menyanggupi membeli dengan harga minimal yang tertuang pada kebijakan baru tersebut.
“Buyer belum dapat menerima atau membeli harga HPM, kita sudah mencoba, sejak tanggal 1 April itu kita sudah memberhentikan penjualan kita ke buyer, tidak ada smelter-smelter yang mau membeli,” kata Nico saat Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi XII DPR di parlemen, Jakarta, Rabu (30/4/2025).
Dalam beleid anyar yang diteken Menteri ESDM Bahlil Lahadalia itu, pemegang IUP, IUPK, IUPK kelanjutan operasi kontrak atau perjanjian wajib mengacu pada HPM atau harga patokan batubara (HPB) dalam melakukan penjualan mineral atau batu bara.
Kewajiban untuk mengacu pada HPM atau HPB juga diberlakukan bagi pemegang kontrak karya (KK) dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B).
“Di mana HPM ini menjadi harga minimum untuk konteks pembayaran royalti dan untuk konteks transaksi bukan hanya perhitungan royalti tapi transaksaksi jual beli ini yang membuat Antam belum bisa menjual bauksit tercuci,” tuturnya.

Secara terpisah, Dirjen Minerba Kementerian ESDM Tri Winarno menegaskan pembelian bahan baku mineral untuk smelter termasuk bauksit harus menggunakan HPM.
Standar penjualan menggunakan HPM menurutnya akan menjadi acuan bagi tarif royalti mineral, kemudian tarif royalti ini akan menjadi salah satu jenis PNBP sehingga harga jual yang mengacu pada HPM, akan menentukan PNBP negara dari sektor mineral termasuk bauksit.
"Kepemilikan [tambang] kan [perjanjian] antara negara dan pemilik izin [tambang]. Ini [izin] selesai pada saat dia [penambang] sudah bayar royalti," kata Tri ditemui di Kompleks Parlemen, Selasa (6/5/2025).
Terkait dengan penerapan HPM untuk batas bawah harga jual mineral termasuk bauksit, Tri mengakui masih mencari titik tengah dari permasalahan ini.
"Ini lagi dikaji [titik tengahnya]. [Asosiasi] Bauksit ngomong [harga jual] di bawah, tapi kemarin ada juga yang bilang harganya kerendahan. Ini mempertemukan yang pas, kita usaha melakukan," imbuhnya.
Kementerian ESDM memaparkan Indonesia saat ini memiliki 14 proyek smelter mineral terintegrasi dengan total nilai investasi US$8,69 miliar (sekitar Rp144,02 triliun), yang didominasi sektor bauksit.
Dari sisi produksi, Tri mengatakan komoditas bauksit mencapai puncak optimalnya pada 2023 dengan capaian produksi sebanyak 21,8 juta ton.
Akan tetapi, setahun setelahnya, produksi bauksit Indonesia anjlok akibat penerapan kebijakan larangan ekspor bauksit yang telah dicuci sejak Juni 2023.
“Kemungkinan pada 2025 ada penambahan produksi lagi karena ada beberapa smelter yang sudah mulai terbangun seperti Borneo Alumina Indonesia [BAI] dan ekspansi WHW Alumina, sehingga kemungkinan ada penambahan,” ujar Tri.
Berikut perhitungan HPM bauksit:




(mfd/wdh)