"Jadi, ini bukan karena latah, bukan karena tekanan dari siapapun. Tapi memang kami menganggap perlu bahwa hal-hal yang berkaitan dengan penggunaan produksi dalam negeri yang mengarah ke TKDN itu harus kami evaluasi," tutur Agus.
Perpres 46/2025
Selain itu, Agus juga mengatakan rencana revisi TKDN tersebut juga telah memiliki aturan dasar melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 46/2025 tentang pengadaan barang dan jasa yang belum lama ini terbit.
Agus mengatakan, beleid itu menyiratkan ketegasan pemerintah untuk tetap memperkuat dan mempertegas kewajiban dari pemerintah hingga BUMN untuk menggunakan produk dalam negeri, termasuk dalam kegiatan rancang bangun dan kegiatan perekayasaan nasional.
"Ini purpose, ini boleh kita lihat sebagai produk regulasi pemerintah yang lebih affirmative, yang lebih agresif, yang lebih progresif di dalam mendukung industri dalam negeri," kata dia.
Agus mencontohkan, berdasarkan pasal 66 ayat (2) poin (a), aturan itu mengamanatkan jika produk asing yang memiliki nilai TKDN ditambah bobot manfaat perusahaan (BMP) paling sedikit 40%, maka wajib dibeli pemerintah.
Namun, dalam poin (b), jika nilai TKDN berdasarkan poin (a) di atas tidak tersedia atau volume tidak mencukupi kebutuhan, maka penggunaan nilai TKDN dan BMP tersebut maksimal paling sedikit hanya sebesar 25%.
"Jadi ini betul-betul kita berupaya atau pemerintah berupaya untuk melindungi industri dalam negeri."
(ibn/roy)