Logo Bloomberg Technoz

Josua mengatakan, Survei Penjualan Eceran juga menunjukkan bahwa pertumbuhan tahunan (yoy) masih rendah di beberapa kota utama seperti Jakarta sebesar -12,4% (yoy) dan Bandung sebesar -6,3% (yoy).

Belanja pemerintah pada kuartal I-2025 diperkirakan mengalami kontraksi -2,88% (yoy), berbanding terbalik dengan lonjakan 20,44% (yoy) pada kuartal I-2024. Hal ini tercermin dalam realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) hingga Maret 2025 yang mencapai 17,1% dari pagu belanja tahunan.

Masih relatif rendahnya penyerapan belanja negara, kata Josua, turut menjadi faktor pelemahan agregat permintaan dan aktivitas sektor publik, meskipun pemerintah mencatat surplus keseimbangan primer sebesar Rp17,5 triliun.

Investasi atau Pembentukan Modal Tetap Bruto diperkirakan tumbuh 3,11% (yoy), ditopang oleh realisasi investasi riil yang meningkat 15,9% (yoy) kuartal I-2025 menjadi Rp465,2 triliun.

Namun, secara kuartalan, pertumbuhan investasi diperkirakan terkontraksi -6,50% (qtq), mengindikasikan kehati-hatian investor, terutama dari sisi Penanaman Modal Asing (PMA) yang tumbuh lebih lambat yakni 12,7% (yoy) dibandingkan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) sebesar 19,1% (yoy).

"Faktor eksternal seperti tarif dagang Amerika Serikat dan ketegangan geopolitik menjadi risiko penahan ekspansi lebih lanjut, sekalipun sektor hilirisasi logam dasar masih aktif menarik investasi," ujarnya.

Terpisah, Ekonom Bank Mandiri Andry Asmoro memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 4,91% (yoy) pada kuartal I-2025, melambat dari 5,02% pada kuartal IV-2024.

Pertumbuhan konsumsi rumah tangga diperkirakan akan melambat di bawah 4,9% (yoy) pada kuartal I-2025, dari 5% (yoy) pada kuartal IV-2024, yang mencerminkan kecenderungan belanja defensif karena rumah tangga mengalokasikan sebagian pendapatan mereka untuk tabungan pencegahan.

Belanja pemerintah diperkirakan akan menurun menjadi 3,3% (yoy) pada kuartal I-2025 dari 4,3% (yoy) pada kuartal IV-2024, di tengah penyesuaian kebijakan dan pencairan yang lambat di awal tahun.

"Hal ini juga membebani investasi, yang diperkirakan tumbuh 1,7% [yoy] pada kuatal I-2025, turun dari 4,9% [yoy] pada kuartal IV-2024," ujar Asmoro melalui keterangan tertulis.

Pencairan fiskal yang tertunda, khususnya untuk proyek infrastruktur dan investasi yang didukung pemerintah, telah menyebabkan laju pembentukan modal yang lebih lambat selama periode tersebut.

Terakhir, kinerja perdagangan eksternal diperkirakan akan melemah pada awal 2025, mencerminkan momentum perdagangan global yang lebih lemah. Pertumbuhan ekspor diperkirakan akan melambat menjadi 5,9% (yoy) dari 10,2% (yoy) pada kuartal sebelumnya, sementara pertumbuhan impor diperkirakan akan menurun menjadi 2,7% (yoy) dari 11,3% (yoy) sebelumnya.

Selain itu, Ekonom Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Universitas Indonesia Teuku Riefky memproyeksikan ekonomi Indonesia akan tumbu 4,94% (yoy) pada kuartal I-2025, dengan kisaran estimasi dari 4,93% hingga 4,95% (yoy).

Riefky mengatakan kinerja ekonomi Indonesia pada 2024 mengindikasikan berlanjutnya sinyal mengkhawatirkan bahwa perekonomian Indonesia kesulitan untuk tetap mencapai pertumbuhan 5%.

"Dalam beberapa tahun terakhir, mesin pertumbuhan struktural ekonomi Indonesia cenderung melemah, yang ditunjukkan oleh penurunan daya beli, menyusutnya jumlah kelas menengah, dan melemahnya produktivitas sektoral secara persisten," ujar Riefky.

Di masa lampu, perekonomian Indonesia masih bisa mengandalkan faktor musiman, seperti Ramadan dan Idulfitri serta libur akhir tahun untuk mendorong kinerja ekonominya. Namun, walaupun masih mampu tumbuh 5% pada kuartal akhir 2024, dampak faktor musiman makin melemah.

Pada periode libur akhir tahun lalu, masyarakat cenderung memilih untuk berlibur dan melakukan aktivitas wisata ke destinasi yang lebih dekat secara jarak, menyiratkan pelemahan daya beli seiring dengan mengecilnya pengeluaran untuk kebutuhan tersier. Apabila tidak dimitigasi, pertumbuhan ekonomi Indonesia berpeluang akan terus melemah seiring dengan makin kecilnya dorongan dari faktor musiman dan masih belum mampunya melakukan revitalisasi mesin pertumbuhan ekonomi struktural.

Riefky mengatakan suramnya kondisi ekonomi domestik saat ini diperparah oleh tekanan eksternal. Eskalasi perang dagang yang agresif dipicu oleh Presiden AS Donald Trump, dengan rencana pengenaan tarif impor terhadap 90 negara dan kawasan serta adanya risiko tindakan balasan dari berbagai negara, menciptakan efek kejut yang masif terhadap perekonomian global, meningkatkan ketidakpastian dan kepanikan di sektor riil dan pasar keuangan seluruh dunia. 

Walaupun saat ini rencana pengenaan tarif impor oleh AS sedang ditangguhkan, potensi perang dagang berskala global masih mungkin terjadi, memicu berbagai risiko negatif terhadap Indonesia, seperti arus investasi, perdagangan internasional, inflasi impor, depresiasi mata uang, tekanan di postur fiskal, serta perlambatan ekonomi secara menyeluruh.

(lav)

No more pages